Spice Journey di Kempinski Hotel, Rantai Sejarah Kuliner Indonesia

Saya dan teman-teman Blogger tidak sengaja bertemu di lokasi. Yang menyenangkan kami disambut oleh Nathalia Atmaja perwakilan dari Kempinski Hotel. Thanks ya :)
Gebrakan Kempinsky Hotel dalam membudayakan kembali kuliner lokal Indonesia patut diacungi jempol. Ditengah derasnya gempuran aneka kuliner dari mancanegara yang berakulturasi dengan kuliner lokal Indonesia, kerinduan masyarakat pada kuliner lokal tertebus dengan adanya event "Spice Journey" ini. Disamping itu, untuk lebih mengenalkan kuliner lokal pada warga asing yang menetap di Indonesia-ditengarai-ternyata menyukai keistimewaan cita rasa kuliner Indonesia, maka even tersebut disambut dengan baik.

Acara yang diselenggarakan selama lima minggu ini merupakan apresiasi atas peringatan HUT RI ke-70 dan HUT Kempinski Hotel ke-53. Seperti membuka peta, minggu pertama periode 5-11 Agustus 2015 kuliner dari Sumatera menjadi gong pembukanya, diikuti oleh kuliner Jawa pada12-18 Agustus 2015 dan kuliner Bali dan Lombok pada 19-25 Agustus 2015. Di minggu keempat periode 26-1 September 2015 beralih ke kuliner dari Kalimantan dan diakhiri oleh kuliner dari Sulawesi Maluku di minggu kelima yaitu 2-8 September 2015. 

Ini dia kursi tempat kami duduk. It's so gorgeous! :)

Sudut Buffet Dessert

Rantai Sejarah Kuliner Sulawesi-Maluku
Selasa 2 September 2015 lalu saya men-schedule-kan jadwal untuk singgah mencicipi aneka kuliner Sulawesi dan Maluku. Bukan tanpa sebab saya memilih kuliner ini. Sejak dahulu pelaut Bugis terkenal dengan jiwa baharinya yang sangat kuat. Mereka mampu membuat kapal kayu layar yang sangat terkenal di seluruh penjuru dunia yaitu kapal Pinisi. Bahkan yang membuat saya kagum, ketenaran dan ketangguhan kapal Pinisi tidak pupus dimakan jaman. Sampai saat ini tangan-tangan ahli orang Sulawesi Selatan masih membuatnya. Sungguh, melestarikan tradisi agar tidak punah memang butuh kerja keras dan kemauan kuat. Dan, saya melihat kekuatan tekad masyarakat Sulawesi tergambar dari sini.

Kualleangi tallang na towaliya, sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai _ Semboyan suku Bugis

Begitupun dengan Maluku. Kawasan kepulauan yang kaya akan rempah-rempah ini sudah dikenal dunia Internasional sejak dulu kala. Silih berganti bangsa asing menjejakkan kaki di tanah penghasil rempah-rempah ini, dan mengubah niat semula dari berdagang menjadi ingin memonopolinya.

Dalam sebuah lukisan karya W.P Groeneveldt berjudul "Gunung Dupa", Maluku digambarkan sebagai wilayah bergunung-gunung yang hijau dipenuhi pohon cengkeh-sebuah oase di tengah laut sebelah tenggara. 

Nah, seperti apa daya tarik rempah-rempah hasil Maluku sehingga ingin dikuasai bangsa-bangsa lain membangkitkan keingin tahuan saya. Begitu kuatkah keistimewaaan cita rasa masakan wilayah tersebut?

Rantai Penyebaran Kuliner Sulawesi-Maluku

Sebagaimana kita tahu kuliner Sulawesi dan Maluku didominasi oleh hasil laut di wilayah yang dikelilingi perairan, misalnya Manado di Sul-Ut, suku Bugis di Ujung Pandang Sul-Sel dan suku Ambon di Maluku. Sementara itu, di wilayah pegunungan dan berbukit-bukit kulinernya didominasi oleh hasil bumi dan ternak seperti unggas-unggasan dan Sapi. Hal itu membuktikan bahwa meski di sebagian wilayah, orang Sulawesi terkenal suka makanan hasil laut, ternyata makanan dari hewan darat pun juga disukai. Ciri khas lainnya, konon orang Sulawesi menyukai makanan yang sarat rempah dan berbumbu tajam, pedas menggigit, asin, asam dan gurih.

Tanaman Sagu yang tumbuh subur di pesisir Maluku menjadikan bahan pangan ini dipilih sebagai makanan pokok masyarakatnya. Berbagai olahan dibuat berbahan dasar sagu seperti Papeda yaitu bubur sagu tawar dengan padanan ikan Cakalang untuk lauknya. Menariknya, makanan khas Maluku justru ngga ada. Di kawasan yang berbatasan dengan Papua, sebagian besar kulinernya terpengaruh dari Papua. Sementara yang berbatasan dengan Sulawesi, kulinernya pun dipengaruhi dari Sulawesi.

Pengaruh lain datang dari bangsa asing yang dulu menduduki bumi Sulawesi ikut memperkaya cita rasa kudapan santainya. Pernah mencoba Poffertjes? Kudapan ini merupakan adaptasi dari Belanda dengan bahan sederhana, seperti gula, telur, tepung dan mentega yang sangat banyak peminatnya. Panada juga konon berasal dari Portugis. Berbentuk seperti pastel dengan isian suwiran ikan Cakalang yang populasinya banyak di perairan Sulawesi dan Maluku, kudapan ini sangat populer. Kemudian, Klapertart yang juga berasal dari Belanda, memanfaatkan almond dan kenari yang banyak tumbuh di daerah Sulawesi dengan keju dan susu sesuai kebiasaan orang 'sana'.

Pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia dan memadukan dua budaya yang amat bertolang belakang malah menciptakan jenis kuliner baru dan memperkaya khazanah kuliner Indonesia. Siapa sangka, dari makanan saja kita bisa menguak sejarah dibalik peristiwa saat itu, kan? J


Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku di Kempinski Hotel

"The Man Behind The Gun"
- Quote

Tidak salah jika saya sematkan quote tersebut pada Cheff Petty Elliott yang menjadi 'nakhoda' kitchen Signature Restaurant Kempinski Hotel Jakarta. Sejak awal saya sudah menduga, mustahil masakan khas Sulawesi Maluku diolah oleh tangan Chef asing. Rasa makanan yang saya nikmati di sini begitu otentik, Kedepannya, dari hasil wawancara singkat-dikarenakan sibuk shooting dari Metro TV-dengan Cheff Petty Elliott saya mengerti asal muasal mengapa masakannya terasa sangat orisinil

Cheff Petty Elliott

Cheff Pettty Elliott bercerita, "saya lahir di Menado, dan saya belajar memasak dari Oma saya." Dengan nada ramah ia mengenang kembali masa-masa selama tinggal di Inggris. Saat itu dia seringkali memasak masakan Menado untuk jamuan teman-temannya. Berkat kepiawaiannya menyesuaikan dengan lidah orang 'sana' tidak disangka, masakannya sangat disukai. 

Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku dan Saya


Cotto Makassar
Sempat saya menanyakan apa rahasia Cheff Petty Elliott saat memasak Coto Makassar? Dengan gamblang ia menceritakan proses perebusan daging yang lama dan menggunakan api kecillah yang jadi kuncinya, sehingga daging jadi empuk tapi tidak hancur. Saya merasakan saat mencicipi Coto Makassar komposisi aroma rempahnya seimbang dengan gurihnya kaldu hangat daging. Tidak ada rasa pekat lemak di langit-langit tenggorokan yang saya rasakan, jadi tidak membuat enegh sama sekali. Enak sekali.



Bubur Menado dan sambal roa
Bubur Menado saya cicipi dalam porsi kecil. Bubur yang kaya gizi ini dimasak dengan aneka sayuran dan ubi merah yang terasa melted di lidah. Sayang saya merasa buburnya kurang asin (saya suka asin) sehingga saya perlu menambahkan sambal roa di dalamnya. Baru deh terasa pas di lidah saya.

Sambal roa merupakan sambal yang dibuat dari cabe dan ikan roa yang dimasak dengan cara sederhana. Ikan roa sendiri yaitu sejenis ikan yang hanya ada di perairan Sulawesi yang diasapkan. Proses pengasapan yang awalnya untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan menjadikan keunikan cita rasa sambal ini. Saya bandingkan rasa gurih ikan roa sangat berbeda dengan terasi yang umum digunakan. Terasi berbau sangat tajam sementara ikan roa tidak. Gurihnya ikan roa tidak mendominasi rasa sambal, berbeda dengan terasi.

Untuk menu utama saya padankan Nasi Gurih, Urapan Jagung, Udang Tuturaga, Oseng Bunga Pepaya Daun Singkong, Mie Goreng Roa, dan Daging Panggang Sambal Kenari. Lidah Jawa saya yang terbiasa dengan masakan yang dibubuhi sedikit gula untuk memperkuat rasa tidak merasa kesulitan sama sekali menerima masakan dalam tiap kunyahan saya. Semua rasa bersatu padu dalam tiap kunyahan. Nasi yang terasa gurih bertemu oseng daun pepaya yang agak pahit (kata orang) dengan asinnya sambal kenari dan pedasnya udang tuturaga, so yummy. 


Udang tuturaga, Ayam rica-rica, Oseng bunga pepaya daun singkong, Kakap woku blanga

sudut Buffet kuliner Sulawesi Maluku 
Yang menarik dalam Oseng Bunga Pepaya dan Daun Singkong adalah rasa pahit yang masih bisa ditoleransi lidah saya. Jika dibandingkan, pahitnya tumis pare dengan oseng bunga pepaya ini rasanya hampir sama. Tidak sepahit rasa jamu yang rasanya melekat di pangkal lidah, oseng bunga pepaya daun singkong ini tidak meninggalkan rasa melekat di setiap gigitannya. Setau saya, ada trik khusus lho saat mengolahnya untuk menghilangkan rasa pahitnya itu. Dan tidak semua orang tau, kecuali orang 'asli' sana.

Hmmm, keunikan Urapan Jagung alias Perkedel Jagung adalah adanya rasa kencur dan aroma daun jeruk di dalamnya. Entah benar atau tidak, tapi memang unik sekali rasanya. Saya suka sekali. 

Mie goreng roa menurut saya juga sangat enak. Biasanya mie goreng rasanya standard saja, dengan adanya suwiran roa yang dicampur rata dalam mie goreng, terasa enak sekali. Rasa gurih saya duga datang dari rasa Roa-nya. Penampilan mie goreng roa tidak secoklat atau sehitam mie goreng pada umumnya. Entah, saya bingung apakah ada penambahan kecap manis atau tidak, karena semua terasa pas.


salah satu sudut buffet 
Kemudian udang tuturaga yang pedasnya sedang dengan tingkat kematangan yang pas, membuat udangnya tidak alot. Bumbunya diuleg atau ditumbuk secara manual sepertinya, alias tidak menggunakan blender. Saya perhatikan, serpihan cabe dan bawang merah dalam bumbu tuturaga masih terlihat. Saya jadi membayangkan masakan ibu saya, masakan rumahan. Homey sekali.

Untuk daging kacang kenari dan cocolan sambal roa yang saya ingat adalah rasa asin dan gurihnya kenari yang dominan. Karena saya suka pedas, rasa pedas yang 'nampol' tidak saya temukan secara keseluruhan. Bisa dimengerti memang, karena masakannya disesuaikan dengan cita rasa internasional. Tapi dagingnya lembut sekali, enak deh.



ki-ka : puding sagu mangga, puding tofu pinacolada 

Untuk penutup, saya mencoba Puding Sagu Mangga dan Tofu Pinacolada yang sama enaknya. Puding Sagu mangga rasa manisnya di tingkat sedang dan menyegarkan. Sensasi mbrindil-mbrindil dari butiran sagu dan wangi yang berasal dari vla mangga itu terasa manis dan enak sekali. Di perut rasanya adem, sama seperti saat saya mengkonsumsi agar-agar. Rasa Adem dari pudding sagu dan manis segar dari vla mangga, paduan yang sempurna sekali saat lumat dalam mulut. Bener!!

Berbeda lagi sensasinya dengan Tofu Pinacolada yang memiliki rasa asam, manis, gurih menyegarkan. Butiran bubble-nya membuat sensasi tersendiri saat pecah ketika digigit. Dan yang membuat saya semakin norak adalah fungsi pipet berisi saus stroberi yang bisa dikucurkan ke dalam Dessert sesuka hati. Terus terang saya baru lihat dessert yang pakai suntik-suntikan begini. Gimana bikin bubble-nya ya? Apa seperti tayangan lomba masak ala Chef di stasiun televisi belum lama itukah? Pesertanya membuat bubble dengan cara menyuntik cairannya di spuit dengan tekanan tertentu ke dalam air es agar cepat menggumpal menjadi bulatan-bulatan bubble yang ukurannya sama. Jika iya, salut deh dengan Chef-nya yang taste of feel-nya pasti sudah kawakan. Jempoooll :)

Sayang, Klapertart urung saya coba. Katanya, ada penambahan rhum dalam Klapertart yang tidak diperbolehkan agama Islam. Terimakasih infonya untuk mas Pelayan yang sigap menawarkan dan memberitahukan serba serbi kuliner di hadapannya.


Buffet jajanan tradisional, tampak ada Es Palu Butung, Klapertart, Puding roti kayu manis kismis dan Combro. Ehh, Oncom brooo :)

Rantai Kuliner Sulawesi-Maluku dan Kesamaan Rasa

Barongko dari Makassar Versus Carang Gesing dari Yogyakarta

Nah, satu lagi kudapan yang saya coba yaitu Barongko. Barongko merupakan adonan pisang yang dihancurkan dengan santan, telur dan vanila kemudian dibungkus dengan daun pisang dan dikukus sampai matang. Jika saya bandingkan dengan Carang Gesing kudapan tradisional dari Jawa, rasanya tidak ada bedanya. Beda nama, sama rasa. :)

 Gohu dari Makassar versus Asinan dari Bogor


Untuk pelengkap makan siang, saya mencicipi Gohu. Gohu merupakan sejenis asinan yang dibuat dari irisan pepaya setengah matang dengan kuah terbuat dari cuka masak, cabe merah dan garam gula. Saya penasaran sekali dengan adanya udang ukuran sedang yang masih utuh dalam campurannya. Rasanya sekali lagi begitu pas dengan selera saya. Rasa asam, manis, asin, gurih, pedasnya nampol persis seperti kuah asinan. Semuanya terasa dominan untuk menutupi langu pepaya irisnya. Rekomend buat yang lagi ngidam deh.


Hmmm, apa lagi ya? Oh iya, Urapan Jagung lebih kita kenal dengan Perkedel Jagung kan? Kemudian sejenis pastel yang biasanya diisi potongan wortel kentang berganti nama menjadi Panada dengan isian berbeda, yaitu suwiran ikan Cakalang. Kuliner Maluku lain adalah Nasi Jaha yang di Sumatra dikenal dengan Lemang. Kue Balapis kita kenal dengan nama kue Pepe di Jakarta, Lalampa akrab kita sebut dengan Lemper. Waah, menarik juga jika saya ulik kesamaan ini lain waktu, ya? Cateett.. J

Sayang sekali saya tidak menemukan Buras, Konro, Kaledo dan Jalangkote. Terus terang saya rindu kuliner Buras yang dulu kerap dibuat oleh Besan keluarga saya saat Idul Fitri sebagai pengganti ketupat. Saya penasaran juga terhadap rasa Kaledo yang beberapa kali saya lihat tayangannya di televisi. Seperti apa rasanya ya menyedot sumsum Sapi dengan sedotan? hehehe... Tapi, overall apa yang saya nikmati sudah oke, koq. *elus-elus perut.


Ayoo, mau yang mana? Ada Dimsum, Salad, Tom yam, Sushi roll, Bahkan tempe tepung juga ada :) 

sudut buffet bubur ayam komplit. 
Kekayaan Indonesia terbukti lagi dari keaneka ragaman kulinernya. Ada makanan yang persis sama tapi berbeda nama, ada juga yang sudah mengalami sentuhan modifikasi hasil pengaruh dari berbagai hal. Kreatifitas memodifikasi sumber daya alam yang ada dengan resep asli menjadikan kuliner lokal Indonesia makin beraneka ragam. 

Kurang lebih dua jam sudah saya dan teman-teman Blogger yang tanpa sengaja bertemu di Signature Restaurant harus pulang. Banyak sekali pengalaman yang saya dapatkan selain lingkar perut yang sudah diatas ambang normal. Khazanah kuliner saya jadi makin kaya dan kecintaan akan Indonesia semakin bertambah.

"Makanan bukan hanya sekedar rasa, melainkan ada sejarah di dalamnya."
- Quote

Saya percaya, mengenal lebih jauh kuliner khas suatu daerah berarti ikut membantu nilai-nilai luhur warisan nenek moyang agar tetap lestari. Semoga kuliner lokal Indonesia makin berjaya sebagaimana kapal Pinisi yang masih dan akan terus ada. Mari Jo dicoba ne' di Signature Restaurant. Inga... Inga.. sampai 8 September saja :)

Note :
Signature Restaurant Kempinski Jakarta
Jalan M.H. Thamrin no.1 Jakarta Pusat
Jakarta 10310, Indonesia
Phone : +62 21 23583898

Rate :
Weekday Lunch Rp 265.000,-/pax
Weekend Brunch Rp 360.000,-/pax
All Week Dinner Rp 285.000,-/pax





Tidak ada komentar