Ceker Ayam dan Cinta Tak Berbatas

Cerita mengenai Ibu memang ngga ada habisnya :)

Kemarin pagi sesuai janji, jam 11 siang saya baru sampai di rumah Ibu untuk gantian dengan kakak menemani Ibu. Yaah, namanya juga rumah di pelosok, sebelum jam 8 pagi berangkat dari Cileungsi, rupanya tetap aja lama juga perjalanannya, sampai Rawa Belong tetap aja 3 jam. Hadeeuh, memang musti benar-benar panjang usus deh, sabar dibanyakin hehehe.. 

Kebetulan dari halte busway Sasak Kelapa Dua, Indah, keponakan yang tinggal di rumah Mbahnya ini belum berangkat sekolah, jadilah saya dijemputnya. Di perjalanan menuju rumah, katanya, "Mbah putri belum makan, Tan. Tadi ga mau sarapan, bosen kali beli masakan mateng terus.

Astaga, ini sudah jam berapa? Bentar lagi jam makan siang, lho! Mendadak saya panik. Membayangkan Ibu harus minum obat. Membayangkan pasti beliau sudah lapar sekali jam segini. 

Daaaan, benar aja, baru sampai di teras rumah, Ibu terlihat sedang duduk cantik menatap pintu depan ke arah teras. Dia menunggu kedatangan saya dengan sabar. Senyumnya mengembang lebar saat melihat saya turun dari motor. 

"Bu, kata Indah Ibu belum makan, ya? Tanya saya buru-buru ; mengejar waktu. 

"Beluum. Ngga pengen. Bosen." Jawabnya dengan cedal. Suara Ibu memang belum pulih sempurna, sejak Stroke menghampirinya Mei lalu. 

"Terus mau dibeliin apa?" Ibu menggeleng, ngga mau. 

"Terua mau dimasakin apa? Mba Titin masih dagang apa ngga nih, udah siang begini?" 

"Ayam rica-rica. Ayam dikecapin." Jawab Ibu lagi penuh harap. 

Saya bengong. "Dua-duanya? Ngga salah?" 

Ibu mengangguk. 

"Astaga, ngidam nihh yee...," ledek saya gemas. Ibu terkekeh-kekeh geli melihat saya yang seperti orang kebakaran jenggot. Panik. 

Buru-buru saya bongkar stok kulkas dan wadah bumbu dapur kira-kira apa aja yang harus dibeli. Setelah itu saya pontang panting ke lapaknya mba Titin, tukang sayur yang rupanya masih leha-leha di lapaknya. Untung, semua bahan yang diperlukan masih ada. Alhamdulillah :)

Dengan jurus seribu bayangan*haiisssh* segeralah saya mengolah pesanan spesial kanjeng Ratu ini. Dua kompor saya nyalakan sekaligus. Kemudian, satu setengah jam berikutnya... tarrraaa... Dapur berubah seperti Kapal terbang jatuh. Eh apa iya seperti itu kalo kapal jatuh ya? dono aah.. hahaha.. 

Dua mangkuk besar saya hidangkan didepan Ibu; Ayam rica-rica dan Ayam masak kecap. Kemudian tambahannya lalap rebusan labu siam muda plus satu menu lagi Sambal goreng Kentang Ati Ayam. Saya sengaja masak agak banyak rencananya untuk stok lauk Ibu jika saya pulang nanti. 

Segera setelah mendulang (menyuapi) Ibu dan meminumkan obat, Ibu menyuruh saya untuk makan siang. Dia ngga mau saya antar ke kamar untuk tidur siang sebelum saya makan. 

Oke deh, menyenangkan hati Ibu, saya makan siang di hadapannya. Melihat porsi nasi saya yang cuma semunil, dia protes. "Koq dikit makannya?" 

"Lagi diet. Wetengku udah gede tau, sesek bajunya." 

Belum puas, kali ini Ceker Ayam yang jadi peneman lauk makan siang saya ikut diprotes juga. "Itu, makannya pake itu!" Tangannya menunjuk mangkuk besar berisi ayam rica-rica. 

Saya tau apa yang dia maksud. Ada daging ayam tapi kenapa cekernya yang diambil?

Spontan saya menggodanya. "Buat Ibu aja ayamnya, aku mah makan cekernya aja." 

Ibu tergelak lagi, ketahuan jika saya cuma menggodanya. 

Dia terus memperhatikan saya makan sampai habis. Tertunduk saya cuma bisa mbrebes mili.

Duuh Ibu, aku ini memang putri bungsu kecilmu yang tetap aja kecil di matamu. Sampai kapanpun dan berapapun usiaku aku akan tetap menjadi seorang anak. Naluri keibuanmu tetap ngga membiarkan anakmu ini lapar. 

Padahal, aku ini sama sepertimu sekarang, telah menjadi Ibu dari tiga cahayanya. Yang sama ngga teganya membiarkan anaknya lapar. Yang mengalah makan bagian yang ga terenak dari suatu hidangan dan memberi bagian yang enak-enak pada anaknya. Aku sama sepertimu, Ibu. 




 







6 komentar

  1. Bersyukur dan bahagia yang masih didampingi ibu mba, nikmati tiap detiknya, karena kalau seperti aku sudah ngga ada orang tua, duuuh.
    Rasanya kita tak akan pernah bisa membalas jasanya ya.
    Omong-omong soal ceker, jadi ingat ponakanku yg phobia sama ceker, hehehe.
    selalu ketakutan kalo lihat masakan yg ada cekernya.
    Semoga ibunda segera sehat ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin ya rabbal al aamiin.. makasih mba tite :)

      kalo soal ceker, anakku justru hobinya dulu itu ngupas kulit ari cekernya, katanya dulu waktu dia kecil nih, sini aku aja yang lepasin kaos kakinya hahaha

      Hapus