Rencanakan Keuangan dari Secangkir Kopi


Saya mulai merasa lebih pusing selama setahunan terakhir ini. Pendapatan utama suami saya sebetulnya lumayanlah untuk standar hidup di Cileungsi. Tapi ternyata biaya hidup terus meningkat nilainya meskipun barang yang dibeli tetap sama. Kebutuhan anak-anak pun semakin tinggi. Alhamdulillah tidak ada cicilan rumah atau mobil yang harus dibayarkan, sih. Kalau bayar SPP, listrik dan belanja dapur wajarlah ya, namanya juga kebutuhan primer.

Namun keuangan kami goncang juga. Ada dua faktor penyebabnya yang saling berkaitan. Suami berhenti kerja. Pun, di saat yang berdekatan ada tumor jinak di kedua payudara saya. Tidak ada cara lain selain bertahan, bukan? Saya lantas mengambil peran sementara untuk menopang kebutuhan hidup dari hasil ngeblog.

Yang saya pikirkan bagaimana mencari penghasilan tambahan agar bisa menyisihkan uang untuk kebutuhan masa depan anak-anak? Kalau hanya mengandalkan dana pensiun ya sama saja dengan ‘membocorkan’ isi karung padi kami. Diambilin terus, diisi mah ngga. Sedangkan sekarang ini saja kebutuhan sehari-hari sebagian besar masih disokong dari situ. Kami hampir tidak ada saving apa-apa selain rumah, sebidang tanah, mobil, emas berapa gram dan perlindungan asuransi. Itupun asal punya, aja, sih.

Saya menyadari, saya termasuk orang-orang yang belum punya pengetahuan untuk mendukung perencanaan keuangan saya. Namun satu hal yang saya ingat, ada peribahasa bilang ‘don’t put your egg in one basket’. Kalau-kalau jatuh, setidaknya ada telur yang masih bisa diselamatkan. Tapi diselamatkannya seperti apa? Bagaimana bekerjanya uang yang katanya dapat memberi manfaat, jujur, logika saya belum sampe. Hiekz.

Syukurlah, dalam workhop Blogger di Prudential Centre Mal Kokas, Jakarta Selatan 14 September 2018 lalu saya mendapat pencerahan mengenai perencanaan keuangan. Karena kalau diibaratkan kehidupan kita itu adalah kapal. Namanya kapal Titanic aja ya. Kapal ini nantinya akan berlabuh di tujuan, yakni pulau impian kita. Untuk mencapai pulau impian diperlukan rangka kapal yang kuat (dana). Kapal juga butuh layar yang kuat dan fleksible dalam menghadapi angin badai supaya tidak menabrak gunung es. Nah, itulah asuransi.

Oke sekarang saya ulas satu-satu ya supaya banyak orang yang memiliki kesadaran bahwa asuransi itu penting. Supaya banyak yang memahami hal-hal yang terkait dengan resiko yang memang sifatnya ‘intangible’ alias tidak berwujud.


Definisi Asuransi



Dari KBBI, pengertian asuransi adalah perjanjian antara dua pihak. Pihak pertama berkewajiban membayar iuran. Pihak satunya lagi berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran. Kewajiban tersebut dilaksanakan apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya.

Konsepnya begini. Sebagai pengelola atau penanggung perusahaan asuransi akan menerima iuran premi yang dibayarkan nasabah. Bila nasabah mengalami kondisi sesuai dengan perjanjian maka perusahaan akan memberikan sejumlah manfaat kepada nasabah.

Nah, lantas apa bedanya asuransi konvensional dengan asuransi syariah? Pak Himawan selaku Head of Product Prudential memaparkan. Ada 6 perbedaan antara asuransi konvensional dan syariah : 

kalau ada keuntungan ataupun kerugian di asuransi konvensional akan ditanggung perusahaan, kalau di asuransi syariah sistemnya bagi hasil 

Jenis-jenis asuransi

Yuk coba kita ingat-ingat, apa aja yang terlintas di kepala kita kalau mendengar kata asuransi. Ada dua jenis asuransi yakni asuransi umum yang meliputi asuransi property, asuransi kendaraan, asuransi perjalanan, asuransi engineering, asuransi rangka kapal, asuransi cargo, asuransi kecelakaan, asuransi kemalingan dan lain sebagainya.

Jenis asuransi yang kedua adalah asuransi jiwa. Asuransi jiwa ini masih dibedakan lagi menjadi dua yakni asuransi tradisional dan unit link.

Asuransi jiwa tradisional :

Berjangka : memberikan manfaat meninggal dengan periode jangka pendek

Seumur hidup : memberikan manfaat meninggal dengan periode jangka panjang (seumur hidup)

Dwiguna : memberikan manfaat meninggal dan tabungan.


Bicara soal asuransi dwiguna, ini artinya kita sebagai nasabah dipaksa menabung hingga kesepakatan waktu berakhir, misalnya 10 atau 20 tahun. Baru deh kita bisa mendapat berupa asuransi jiwa. Sampai di sini sepertinya saya sudah punya gambaran deh. Nah asuransi yang saya punya kayanya berjenis asuransi dwiguna, nih. Karena saya ingat setiap bulannya, dari yang saya setorkan ; kata agennya, ada yang dimasukkan ke investasi dan ada yang dimasukkan ke proteksi. 



Unit Link

Nah, jadi asuransi dwiguna ini apakah sama dengan unit link? Jawabannya beda. Meskipun bisa dibilang mirip tapi ada perbedaan mencolok diantara keduanya. Kalau asuransi dwiguna lebih fokus pada tabungan, proporsinya lebih besar daripada asuransi jiwa yang jadi pelengkapnya saja. Sedangkan asuransi unit link lebih berfokus pada asuransi jiwanya, namun tidak mengesampingkan investasinya.

Konsep Unit Link begini. Kita sebagai nasabah diwajibkan membayar premi kepada perusahaan asuransi yang bertugas sebagai penanggung/pengelola. Dari uang premi yang kita bayarkan oleh perusahaan akan dikonversi menjadi unit. Unit ini mempunyai harga yang nilainya mengikuti kinerja dari investasi yang dipilih. Unit ini digunakan sebagai pembayaran biaya asuransi dan akumulai nilai tunai. Bila andaikan nasabah mengalami kondisi sesuai dengan perjanjian maka perusahaan akan memberikan sejumlah manfaat kepada nasabah.

Dari pemaparan pak Himawan, saya menyimpulkan yang menikmati manfaat asuransi dwiguna adalah ahli waris kita. Sedangkan kalau unit link kita sendiri ikut juga menikmati hasil dari kinerja investasi sesuai dengan yang kita pilih. Jadi pilih yang mana? Pengennya sih yang mana yang bisa pasti dikasih lebih untuk nasabahnya, hehehe...

Memang sih, asuransi untuk sebagian masyarakat belum diakui sebagai kebutuhan mendesak. Padahal jika melihat kenyataan sehari-hari di sekitar kita, tingkat resiko yang harus kita hadapi semakin meningkat terus. Masih banyak dari kita yang cenderung mendahulukan kepentingan konsumtifnya. Misalnya ngopi di gerai kopi. Berapa satu cup-nya? 35 ribu. Kalau setiap hari kita menginvestasikan 35 ribu rupiah beli kopi di gerainya maka dalam 10 tahun apa yang dapat dilakukannya? Nothing!



Kalau kita bisa sisihkan 35 ribu setiap hari selama 10 tahun kita akan mendapat nominal 128 juta rupiah lho! Ini belum dihitung dengan angka pertumbuhan investasi 10% pertahun maka total angkanya bikin neguk ludah yaitu 220 juta rupiah. We-Ow-We yaa..

Menurut Pak Himawan, kuncinya hanya satu. DISIPLIN. “Semakin lama uang bekerja artinya semakin pintar,” tegasnya.

Itu tadi hitungannya selama 10 tahun saja bisa mendapat 200 jutaan (Baca : 0,2 milyar rupiah). Kalau 20 tahun dapat 800 juta (baca : 0,8 milyar rupiah). Kalau 30 tahun dapat 2,4 Milyar rupiah, dan kalau 35 tahun dapatnya 6,8 milyar rupiah.

Wah siapa yang ga kepingin ya bisa pensiun bahagia seharga pengorbanan satu cup kopi saja setiap hari? Ga berat. Ga berbelit-belit. Ga sulit. #PastiDikasihLebih






Tidak ada komentar