Adakah teman-teman yang sempat galau mengetahui anaknya merokok di bangku SMP, sementara kalian dulu anak baik-baik saja? Adakah teman-teman yang pernah kebingungan didatangi ibu yang meminta mengadopsi anak dari perut gadis remaja yang lagi hamil?
Nah, kejadian yang terakhir itu pengalaman saya. Waktu itu, rumah saya didatangi tetangga yang membawa kenalan jauhnya. Mereka berdua juga mengajak gadis yang kalau saya takar masih berusia 15 tahunan. Terlihat jelas dari perutnya yang membusung kalau ia lagi hamil. Ibu itu meminta saya mengadopsi cucu yang dikandung putrinya itu. Dia malu atas aib yang menimpa keluarganya. Awalnya sih saya sedih dan kasihan. Pengen banget rasanya menolong. Tapi saya juga menyadari masalahnya tidak sesederhana itu.
Saya prihatin. Semakin hari berbagai permasalahan di kalangan remaja semakin kompleks saja. Perilaku pacaran dan pengalaman seksual mereka semakin tak terkendali. Penyalahgunaan narkoba pun dekat dengan dunia remaja yang sedang dalam krisis identitas ini. Bahkan yang menyedihkan, dari data Kemenkes RI, Oktober 2014 disebutkan kasus AIDS tahun 1987 sampai September 2014 kumulatif sebesar 55.799 kasus. Dari angka tersebut ditemukan bahwa 2,9% diantaranya terjadi pada kelompok usia 20 - 29 tahun dan 3,1% diantaranya ditemukan pada kelompok usia 15 - 19 tahun.
Jujur, membayangkan bagaimana remaja-remaja ini tertular saya jadi ingat penyimpangan seksual yang akhir-akhir ini mencuat. Sudah banyak orang yang tak malu mempublikasikan dirinya kalau orientasi sexnya berbeda dan masuk kelompok LGBT. Sumpah saya jadi merinding, lho! Saya ga bisa bayangkan perasaan ibunya seperti apa, karena saya sendiri nyatanya adalah ibu dari tiga remaja juga :'(
Melalui Fase Remaja itu Tidaklah Mudah...
Remaja adalah masa peralihan antara dunia anak-anak dan dewasa. Di masa ini remaja mengalami berbagai perubahan yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisiknya.
Penting diketahui, bagi remaja melalui fase ini tidaklah mudah. Tugas perkembangan seperti motorik halus dan kasar, bahasa, reasoning dan kemampuan berpikir abstrak sebagai anak-anak sudah dikuasai dengan baik. Namun di masa ini remaja menghadapi tantangan dan perubahan yang kompleks terkait dengan pubertas. Sehingga perubahan emosi dan psikologis sebagai persiapannya menuju masa dewasa dapat dikatakan sebagai masa yang rentan. Terlebih jika sudah terpapar neurotoxin seperti rokok, alkohol dan narkoba.
Kita mungkin sudah banyak mendengar mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba. Karena bekerja pada otak, narkotika mampu mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Pada remaja yang mengunakan narkoba, daya nilainya terhadap kehidupan akan terganggu. Pun dapat mengganggu proses pendidikannya karena putus sekolah.
Sementara, bukan rahasia umum lagi kalau penggunaan narkoba juga bisa meningkatkan dorongan seksual. Akibatnya, perilaku seksual tidak aman membuat mereka terjerumus pada perilaku seks bebas. Inilah yang dapat meningkatkan potensi pada resiko penyakit kelamin dan AIDS (HIV).
Bersahabat Dengan Teknologi
Tidak bisa ditolak derasnya teknologi internet jadi pemicu maraknya permasalahan yang dihadapi remaja. Informasi beredar begitu bebas. Ini bermula dari kesibukan orang tua juga, sih. Karena terkendala waktu akibat kesibukan bekerja, orang tua memberi gadget untuk memudahkan komunikasi dengan anaknya. Namun satu hal yang tak dapat terelakkan adalah efek samping penggunaannya.
Dalam pertemuan Blogger bertema 'Pembangunan Keluarga di Era Industri 4.0' diakui Dr. dr. M. Yani, M.Kes, PKK, selaku Deputi Bidang Keluarga Sejahteran dan Pemberdayaan Keluarga bahwa perkembangan teknologi yang pesat di jaman sekarang mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan.
Menurutnya, generasi Z dan Y kini memiliki style berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi milenial memiliki konsep berbeda tentang arti keluarga. Orientasi mereka lebih condong ke karir dan masa depan. Sehingga pilihan untuk melajang, menganut pola LGBT atau menikah tanpa anak jadi bagian dari gaya hidupnya. Dan di saat bersamaan, kelahiran anak di luar nikah pada remaja pun semakin marak.
Akibat pesatnya kemajuan teknologi pun ikut berdampak pada kesetaraaan gender. Tidak bisa dimungkiri peran pencari nafkah dalam keluarga semakin cair. Ada ayah yang menjadi bapak rumah tangga sementara sang ibu sebagai pencari nafkah. Dengan begitu, pola asuh, interaksi dan pengambilan keputusan dalam keluarga mengalami pergeseran. Tak jarang kesenjangan wawasan antar anggota keluarga malah memicu gap dan masalah baru.
Beliau menyayangkan, perilaku tersebut justru disikapi permisif masyarakat. Kesannya, seperti membolehkan. Di era revolusi industri 4.0 ini pembangunan keluarga sejatinya harus memiliki format baru agar sejalan dengan perkembangan teknologi.
"Remaja adalah aset pembangunan bangsa. Masa depan bangsa Indonesia ada di tangan mereka. Keluarga merupakan kunci keberhasilan pembangunan manusia di era Revolusi Industri 4.0. " ~ M. YaniSemua Bermula Dari Keluarga
Adalah mustahil bila karakter remaja dibangun dengan simsalabim. Orang tua, sekolah dan lingkungan punya peran penting di dalamnya. Please, catettt, remaja tidak hanya harus memiliki hard skill dan soft skill aja, tapi mereka juga harus memiliki karakter yang positif.
Untuk itu yuk coba kita tengok dulu, kita ini berada di keluarga macam apa, sih? Apakah keluarga kita seperti gambaran dalam film keluarga Simpsons, keluarga Incredible, keluarga Cemara ataukah keluarga si Doel? Gambaran apa yang teman-teman dapat dari cerminan keluarga tersebut?
Dalam acara yang berlangsung di BKKN, 14 November 2018 lalu Roslina Verauli, M.Psi seorang psikolog anak dan remaja yang juga hadir memulai dengan pertanyaan tersebut. Pada dasarnya ada nilai-nilai keluarga yang harus diselaraskan agar tujuannya tidak bertabrakan dan menyebabkan keluarga jadi porak poranda. Ia menuturkan, banyak kasus yang terjadi sekarang ini karena kondisi nilai keluarga yang bertabrakan. Dan, biasanya pola asuh yang sama similar dengan garis keturunannya. Jadi pola asuh yang kita terapkan pada anak-anak kita sejatinya menurun dari pola asuh yang kita dapat dari orang tua kita. Nah!!!
Ia menandaskan, kunci pembangunan keluarga yang sehat dan bahagia dikuatkan pada tiga hal yaitu :
- Family Cohesion yaitu kedekatan antara sesama anggota keluarga
- Family Flexibility yaitu orang tua dan anak sama-sama beradaptasi terhadap perubahan jaman yang serba digital tapi tidak terbawa arus negatif yang menyertainya.
- Family Communication biasanya melalui makan bersama menjadi sebuah cara untuk merekatkan bonding antar keluaga.
Kehangatan Keluarga Bermula di Meja Makan
Mba Vera mengatakan, meja makan adalah tempat terhangat dimana keluarga berkumpul. Meskipun sebentar, makan bersama di meja makan menjadi sebuah cara untuk memberi kesempatan terjadinya komunikasi. Percakapan selama makan memberi kesempatan bagi keluarga untuk menjalin ikatan dan terhubung satu sama lain.
Makan bersama keluarga merupakan kesempatan ideal untuk memperkuat ikatan keluarga. Anak-anak dapat menggunakan waktu ini untuk membicarakan hal-hal penting yang dialaminya. Masalah-masalah sulit yang kerap terjadi di usia remaja juga dapat dicarikan solusinya untuk membangun hubungan bermanfaat bagi pertumbuhannya.
So, jaman memang sudah berubah. Aturan jaman dulu yang melarang ngobrol sambil makan sudah ga berlaku, ya. Justru makan malam sambil ngobrol bareng erat kaitannya dengan pernikahan yang bahagia dan hubungan keluarga yang lebih kuat.
Yuk, mulai sekarang hangatkan lagi meja makan dengan obrolan bareng keluarga. Jangan ada lagi ya yang makan di depan tv atau di kamar. Jangan ada lagi ya yang makan sambil matanya tetap menunduk di ponsel. Ingat ya buk, makan bersama bukan sekedar menunaikan hak tubuh mendapatkan nutrisi saja tapi di sinilah nyatanya pembangunan kualitas keluarga terbentuk.
Tidak ada komentar