Asyiknya Jalanin Bareng Prudential Ke Surganya Wakaf Produktif Di Subang



"Jadi, dari totalnya ada sepuluh hektar dimana dua hektarnya ditanami buah naga dan nanas Subang dengan sistem tumpang sari. Sebagian lahan lainnya ditanami buah jambu kristal, pepaya kalina dan pisang, sedangkan sisanya, sih, belum diolah," jelas kang Ade saat menemani saya dan teman-teman memetik buah naga.



Memetik buah naga adalah salah satu tawaran memikat bagi pengunjung yang datang ke kebun buah naga Indonesia Berdaya di desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Subang. Tanah yang tadinya ditelantarkan begitu saja kini menjadi harapan bagi petani warga sekitar.

Sebagai pembina, lembaga amil zakat Dompet Dhuafa mengelola dana wakaf umat menjadi wakaf produktif dengan menyulap lahan ini menjadi alternatif wisata keluarga yang mengasyikkan. Programnya itu bernama Indonesia Berdaya. Di sini, siapapun bisa datang dan merasakan langsung memetik buah naga yang matang pohon ; bisa dimakan di tempat atau di bawa pulang. Kata Kang Ade, buah pohon di sini rasanya memang beda. Lebih manis dari yang ada di pasaran. Rahasianya adalah penggunaan pupuk organik, jadi tanpa pupuk buatan. Pantas, rasanya enak.





Tak hanya itu, rupanya di sini juga ada homestay yang disewakan untuk pengunjung yang ingin merasakan lebih lama hawa sejuk alam segar di Subang. Jujur, membayangkan perjalanan lima jam dari Jakarta rasanya memang kurang sih waktunya. Mamah masih butuh piknik, nih, hahaha... 

Bagaimana tidak, saat turun dari kendaraan, mata saya langsung kepincut pada bangunan berdinding kayu yang unik dan minimalis. Sepanjang mata memandang, hawa sejuk dataran tinggi dan hijau royo-royo kebun buah naga dari kejauhan seolah memanggil-manggil saya untuk segera menghampiri. Namun saya harus bersabar dulu, karena panitia sudah memanggil saya dan teman-teman yang sibuk berfoto ria untuk makan siang dulu.






Dari kejauhan alunan degung Sunda terdengar merdu dari saung besar. Kamipun segera duduk lesehan. Meja panjang sudah ditata dengan daun pisang sebagai alasnya. Ada nasi liwet yang dibungkus ala timbel, tahu tempe goreng, ikan goreng dan bakar, ayam goreng, juga tumisan kangkung, ulukutek leunca, aneka lalapan dan beberapa jenis sambal yang eimmm bikin lidah saya goyang-goyang. Tanpa terasa, sambal terasi, sambal dadak dan sambal kecap jahe yang terhidang ludes seketika. Penutupnya apalagi kalau bukan jus Nanas dan jus buah naga, dan sate kedua buah tersebut. Hmmm, yummy.



Setelah makan siang saya dan Amel memutuskan untuk segera ke mushola untuk sholat Dzuhur. Mumpung belum ramai. Air dingin pegunungan yang membasuh muka sontak membangkitkan rasa bersyukur pada sang Maha Pencipta. Membayangkan desa ini mampu bangkit menjadi desa mandiri saya pun jadi membayangkan ada doa dan harapan di dalam biji-biji hitam renyah sate buah naga yang tadi saya telan.




Dari penjelasan kang Ade tadi, luas lahan tanam buah naga seluas dua hektar mampu menghasilkan dua ton buah naga. Satu pohonnya aja mampu menghasilkan sekitar 10 kilogram. Pohon-pohon yang ditanam tunasnya akan terus tumbuh dan menghasilkan bibit-bibit pohon baru. Begitu seterusnya seperti halnya manfaat wakaf yang pahalanya mengalir terus. Wakaf akan selalu menjadi doa yang berlipat-lipat dan kebaikan yang menembus langit. Masya Allah.


WAKAF 
Selama ini yang kita tahu bahwa wakaf identik dengan sumbangan seseorang atas tanah dan bangunan yang dimilikinya untuk dijadikan pemakaman, masjid, mushola, sekolah dan lainnya. Artinya, hanya orang-orang mampu dan kayalah yang mampu dan mau mewakafkan hartanya. 

Namun itu salah besar. Kalau teman-teman membaca tulisan saya sebelumnya, nyatanya untuk berwakaf tidak perlu menunggu kaya dulu. Sama seperti shadaqah atau zakat kita diperbolehkan memberikan kepada siapapun yang kita rasa layak mendapatkannya. Akan tetapi bedanya, penerima zakat dan shadaqah dibebaskan menggunakan untuk apa yang diterimanya. Kalau dana wakaf beda. Dana wakaf harus dikelola supaya dapat memberi manfaat terus menerus bagi penerimanya. 


Dalam sambutannya mas Khohar dari Dompet Dhuafa mengatakan, kebun wisata Indonesia Berdaya ini merupakan salah satu bentuk dana wakaf yang dikelola bersama 30 petani binaannya. Mereka dilibatkan langsung untuk menggarap lahan dan melakukan perputaran program agroindustri. Sehingga tidak hanya menyuplai buah secara utuh ke pasar-pasar tradisional dan modern kabarnya juga sudah diekspor ke Eropa.

Sedangkan bagi pengunjung yang datang juga bisa membeli buah siap panen dengan memetik sendiri. Dari pendapatan jual - beli - sewa uangnya digunakan lagi untuk perputaran program Indonesia Berdaya. Nah dari sini kita bisa melihat, ya, bagaimana kontribusi Dompet Dhuafa dapat menghasilkan dan memberi banyak manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar dan buat pengunjunga yang dapat mendapatkan manfaat wisata edukasi petik buah naga sekaligus edukasi mengenai manfaat wakaf. 


Sebagai salah satu lembaga amil zakat, Dompet Dhuafa telah dikukuhkan sebagai lembaga amil zakat tingkat nasional oleh Menteri Agama RI tanggal 8 Oktober 2001. Atas dasar itu, Prudential mempercayakan Dompet Dhuafa sebagai salah satu nashir terpercaya dalam penyaluran dana melalui program wakaf PRUsyariah yang baru diluncurkan sekitar sebulan lalu.



Community Investment - We Do Good 
Mas Bobby perwakilan Prudential Indonesia menjelaskan, "program wakaf dari PRUsyariah Prudential menawarkan pilihan bagi nasabah dan calon nasabah dalam menyalurkan wakaf. Jadi, wakaf dalam bentuk asuransi itu diperbolehkan."

Dengan begitu, tak perlu menunggu kaya dulu ya untuk berwakaf. Melalui santunan asuransi pun nyatanya kitapun dapat berwakaf.



Wakaf adalah bentuk kedermawanan dalam agama Islam yang memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat sehingga wakaf menjanjikan pahala yang tak putus-putus. Ibarat mata rantai kebaikan yang saling menyambung, demikian pun dengan komitmen terbaru Prudential Indonesia We Do Good atau Kami Mewujudkan Kebajikan.



Prudential percaya dalam bisnis unsur keseimbangan itu perlu. Kapan harus mendapat keuntungan, kapan harus beramal. Melalui program We Do Good, Community Investment Prudential berfokus pada empat pilar yakni pendidikan, filantropi, kesehatan dan keamanan dan pemberdayaan Indonesia Timur.

Bersyukur sekali saya bisa mengikuti lagi asyiknya jalanin bareng Prudential ke surganya wakaf produktif di Subang ini setelah sebelumnya melihat langsung bagaimana desa pra sejahtera di Jonggol yang belum ada listrik kini tersenyum cerah. Saya percaya, kebaikan akan mengikat seperti mata rantai yang menguatkan. Ketigapuluh petani dan keluarganya di sini sudah merasakan manfaat produktif dari wakaf. Efek domino sebuah proses wakaf telah bergulir ibarat bola salju yang semakin lama membesar.


Tidak ada komentar