Jangan Ragu Konsumsi Sagu



Teman-teman, siapa hayo yang sarapannya nasi jagung, roti bakar atau singkong rebus? Rasanya gimana, belum kenyang, ya? 

Kebanyakan orang Indonesia memang umumnya merasa belum kenyang kalau belum makan nasi. Padahal ahli gizi sudah banyak menjelaskan bahwa sumber karbohidrat bukan nasi aja. Ada jagung, singkong, kentang, gandum, atau talas. Tapi ya begitulah, efek kenyangnya cuma sedikit. Katanya, cuma ganjal perut aja, betul apa betul? 😜

Kondisi ini tak bisa dimungkiri berawal dari  keberhasilan swasemba beras di era 80-an. Tradisi baru - makan harus nasi - menyebabkan orang Sabang sampai Merauke jadi ikut latah mengkonsumsi nasi. Padahal, masyarakat Maluku dan Papua sejak dulu dikenal makanan utamanya adalah sagu. Namun sayangnya, kini sagu hanya dijadikan makanan alternatif atau makanan camilan saja. Kocaknya, saya ga tau, lho, bedanya tepung sagu dan tepung tapioka huhuhu

Beruntung saya berkunjung ke Bueno Nasio di menara BTPN Mega Kuningan Jakarta, 28 September 2019 silam. Ini bukan restoran Italia teman-teman. Bueno Nasio artinya Enak Sekali dalam bahasa Papua. Resto ini menyajikan berbagai menu masakan yang dibuat hanya dari sagu.




Di resto ini, saya mencicipi lontong sagu dengan sate ayam yang enaknya luar biasa. Selain itu saya juga mengambil papeda (bulatan dari sagu tanpa rasa) yang dimakan dengan ikan kuah kuning. Sensasinya di lidah hmmm... Selain itu ada cookies sagu keju, cookies sagu coklat, nachos dari sagu, chicken awaira balado (sejenis ayam karage), mie goreng dari sagu, dan lain-lain. Rasanya unik di lidah. Sebersit pertanyaan kemudian mencuat dari kepala, makanan enak -enak begini koq pada ga doyan ya? Ironis, kan, mendengar kabar gizi buruk terjadi di suku Asmat, padahal hutan sagu di sana melimpah. Syedih akutuuuu.... 



Prihatin akan nasib sagu di Papua Ahmad Arif kemudian terinspirasi menulis buku yang berisi pemahaman tentang fungsi, potensi, serta manfaat besar sebagai bahan pangan alternatif kepada masyarakat. Hingga, 28 November 2019 silam akhirnya lahirlah buku pertama Seri Pangan Nusantara yang diterbitkan KPG - Kepustakaan Populer Gramedia dengan judul "Sagu Papua Untuk Dunia". 

Acara peluncuran buku karya jurnalis Kompas berlangsung di resto Bueno Nasio yang terbagi dalam dua sesi. Kebetulan saya hadir dalam sesi pertama dengan narasumber Ahmad Arif - penulis buku, Naga Waskita - Direktur PT ANJ dan Agung Hendriadi - Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dan dipandu MC Glori Oyong. 




Sepintas  bukunya terlihat membosankan. Rupanya saya salah besar. Isinya sangat informatif. Ada banyak foto-foto yang menguak sejarah sagu, berbagai kuliner olahan sagu yang kini sudah tak terlihat lagi, sampai gegar budaya yang terjadi di Papua yang memicu terjadinya krisis pangan. Membuka lembar demi lembar buku setebal 193 halaman ini jadi tak terasa membosankan. 

Dalam sambutannya, Agung Hendriadi mengatakan, potensi sagu yang luar biasa ini perlu terus kita manfaatkan. Tujuannya tak lain untuk ketahanan pangan. Ulasan bertema data sagu yang bagi saya terbilang berat tapi oh rupanya sangat faktual. Sehingga saya yang awalnya bengong-bengong jadi ikut-ikutan menghitung potensi sagu di Indonesia kalau dikembangkan dengan baik alangkah kayanya dividen yang didapat negara. 

Ahmad Arif mengakui sampai kini potensi sagu masih belum optimal. Padahal sagu tak bergantung pada musim. Ia juga memiliki daya tahan yang baik sehingga mau ditanam di lahan gambut pun bisa. Selain sifatnya yang ga merepotkan, sagu rupanya juga mampu memenuhi kebutuhan gizi dan nutrisi. Sebagai bahan makanan sagu memiliki karbohidrat tinggi tapi memiliki protein rendah dan tak mengandung gluten. Hal ini tentu baik sekali dikonsumsi bagi anak dengan autisme. 




Selain itu, sagu juga diketahui memiliki indeks glikemik rendah dibandingkan karbohidrat jenis lain. Memilih sagu adalah pilihan tepat untuk mencegah diabetes, jenis penyakit tidak menular yang prevalensinya terus meningkat. 

Upaya untuk mengangkat kembali derajat sagu telah dilakukan oleh PT ANJ (Austindo Nusantara Jaya) Tbk. Setelah sawit, ANJ juga mengembangkan pemanenan sagu dan proses pengolahannya menjadi tepung sagu. Nah, resto Bueno Nasio adalah resto yang dikelola ANJ untuk merepresentatifkan hidangan dari olahan sagu kepada penikmat kuliner. 

"Agar makin banyak yang sadar pangan lokal juga baik, apalagi bebas gluten seperti sagu." ~ Naga Waskita. 

Makan memang ga hanya sekedar mengenyangkan perut tapi juga memberi asupan gizi seimbang untuk tubuh. Makin beragam tentu makin baik. Keragaman pangan jelas harus dioptimalkan. Selebihnya adalah soal persepsi, dan itu sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya liteasi pangan kita. Nah, yuk ah jangan ragu konsumsi sagu 

Tidak ada komentar