New Normal Menjadi Ancaman atau Peluangkah Dalam Industri Direct Selling?




New normal menjadi ancaman atau peluangkah dalam industri direct selling? Pertanyaan ini seketika muncul di kepala saya mengingat imbas pandemi yang dirasakan di sektor ekonomi cukup meresahkan. 

Kita ketahui, bukan saja pengusaha yang terpuruk bisnisnya namun karyawan pun banyak yang ikut terpaksa di pehaka akibat pandemi. Sebab itu banyak yang kemudian banting setir mencoba mencari jalan lain untuk mendapatkan penghasilan. Misalnya merintis usaha rumahan atau menjalankan usaha MLM. 

Namun dalam praktiknya menjalankan usaha MLM rupanya tidak bisa disamakan dengan menjalankan usaha lainnya. Banyak member MLM yang belum tahu bahwa sistem penjualan MLM harus melalui sistem direct selling atau penjualan langsung. 

Jadi kalau menjual melalui e-comerce sama saja ilegal. Karena sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 tahun 2019 tentang Distribusi Barang Secara Langsung menyebutkan MLM atau penjualan secara langsung dilarang menjual melalui media online market place. 

Dalam APLI Talkshow hari ke-3 yang berlangsung di Gedung Nu Skin, City Plaza, Kuningan Barat, Jakarta pada Jumat 17 Desember 2021 mengangkat tema yang related dengan kondisi yang kita hadapi saat ini yaitu "Implementasi New Normal Pada Industri Direct Selling". Selain topiknya yang menarik, acara yang bisa disaksikan melalui channel Youtube APLI Indonesia ini juga menghadirkan narasumber ahli di bidangnya. 

Oke Nurwan selaku Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag menyebutkan meskipun dalam dua tahun terakhir harus berdampingan dengan pandemi, gairah berusaha di bidang penjualan langsung menunjukkan tren yang positif. 




Jumlah mitra usaha perusahaan direct selling di tahun 2019 sebesar 6,3 juta bertambah di tahun 2020 menjadi 7,3 juta mitra usaha. Jumlah perusahaan penjualan langsung yang memiliki izin juga meningkat dari tahun 2019 sebesar 114 juta perusahaan, bertambah di tahun 2020 menjadi 116 dan di tahun 2021 menjadi 124 perusahaan. 

Akan tetapi, dari evaluasi hasil verifikasi di lapangan hingga minggu ke dua Desember 2021 ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan 56 perusahaan-perusahaan MLM, diantaranya : 

1. Menjual barang yang tidak tercantum dalam program pemasaran,
2. Alamat tidak ditemukan/berhenti beroperasi tanpa pemberitahuan,
3. Belum mencantumkan nama perusahaan dan dijual dengan sistem penjualan langsung, 
4. Overclaim produk/program pemasaran, 
5. Ditemukan penjualan barang di online market. 

Harapan pemerintah kepada pelaku usaha agar menjalankan usaha yang sesuai koridor ketentuan yang berlaku. Seperti melakukan pemenuhan kewajiban pelaporan kegiatan usaha yang nantinya digunakan sebagai data untuk menyusun rekomendasi penyusunan kebijakan. 

Pemerintah juga berharap peran APLI dapat lebih berperan aktif memberikan masukan atau rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan dalam sektor penjualan langsung.




Tidak hanya itu, peran APLI sebagai organisasi yang merupakan tempat berhimpunnya para perusahaan direct selling juga berperan aktif memberikan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan kepada perusahaan-perusahan MLM. Baik  dalam rangka peningkatan kepatuhan pemenuhan kewajiban pelaporan kegiatan usaha dan pelaksanaan kegiatan usaha perusahaan MLM agar tidak menyalahi ketentuan dalam ekosistem penjualan langsung. 

Oke mengakui di era pandemi saat ini kontribusi perdagangan digital telah berjalan. Sehingga pelaku usaha dan konsumen sama-sama diuntungkan dengan adanya e-comerce untuk bertransaksi. 

Untuk itu APLI atau Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia harus menyesuaikan dengan pergeseran kebiasaan masyarakat tersebut seiring dengan perubahan yang terjadi selama pandemi. APLI harus segera membuat strategi untuk memudahkan konsumen mendapatkan produk MLM namun tetap dalam koridor yang ditentukan Undang-undang. 




Bukan tidak mungkin nantinya konsumen bisa membeli produk MLM melalui platform e-comerce APLI. Kita tunggu saja ya kabar baiknya! 


Tidak ada komentar