Deteksi Dini Disleksia Pada Anak

Bodoh! Gitu aja ga bisa!

Ayo jangan males, dong! Masa ga hapal-hapal, sih?!

Ngapain aja dari tadi, sih?! Fokus dong!

Huuuuu... mungkin... mungkin ada di antara kita yang pernah berucap seperti itu pada anak saat ngajarin baca tulis. Secara otomatis kita langsung membandingkan dengan masa kecil kita yang kelihatannya mudah. Well, kita lupa. Zaman sekarang beda, lebih complicated. Bahagialah kita yang ditakdirkan berada dalam kondisi fine-fine aja. 

Jujur, secara pribadi saya tidak mengalami masalah yang berat saat mengenalkan anak baca tulis. Sejak Nala berusia setahun saya sudah mengenalkan buku-buku hardbook tokoh kartun kesukaannya Winnie The Pooh. Saya biarkan dia mainnya buku terus. Sampai ketika dia sudah pandai bicara dan sudah bisa diajak duduk tenang, Nala saya pangku dan mulai mengenalkan huruf O. Saya minta dia mencari huruf O dengan menyusuri setiap baris buku. Setelah hapal saya mengenalkan huruf P. 

Kadang sambil jalan-jalan setiap menemukan rambu dilarang parkir saya minta Nala menyebut. "Itu apa, Mba? 

"Pee. Itu Peeee..." jawab Nala antusias. 

Menemukan Logo BCA, saya kembali minta dia mengeja. "Itu bacanya gimana?" 

"Becaaa... " Nala tertawa meledek saya melihat saya hampir protes mau membenarkan ejaannya. 

Hieks, namun lain lagi dengan sepupunya, mas Bambang. Dia sekolah di TKB sampai 3 tahun dan diluluskan itupun masih belum bisa membaca. Masuk SD, SMP dan SMA juga setali tiga uang. Setiap tahun hampir selalu tinggal kelas, sampai akhirnya lulus juga ketika umurnya sudah lebih dari 21 tahun. Tulisan tangannya jelek. Banyak huruf kebalik-balik. Misal huruf 'd' jadi tertukar dengan 'b'. Alhamdulillah, lama-lama membacanya lancar juga meskipun kami tau ada airmata di dalamnya 😭😭😭

Saat itu informasi belum sederas sekarang. Manalah kami bisa menebak kalau mas Bambang mungkin saja mengalami disleksia. Catatannya, ya, dia kurang cerdas aja. Eimm, maaf saya ga tega menceritakan lagi bullyan yang dia alami dari teman-temannya dan tuntutan harus bisa dari orang tua juga gurunya. 

Disleksia atau Malas? 

Nah, bicara soal dileksia, kita ga boleh main







        Awal tahun 2000-an saya mengalami kasus bingung sebagai ibu baru. Setelah melahirkan Faruq, ASI saya sulit keluar. Pengalaman Mama dan ibu mertua ASI-nya lancar lancar aja jadinya saya enggak bisa tanya lebih jauh. Ketika berumur lebih dari 15 bulan, Faruq belum jalan juga. Bingung lagi. Kesalahan saya, saya cari info sana-sini bukan dari pakar dan akhirnya malah tambah semrawut. Setelah kenal internet dan ikut talkshow parenting, dapat, deh, tambahan ilmu bermanfaat terkait tumbuh kembang anak. Memang tidak melulu cocok, tapi alhamdulillah sebagian besar teori dan praktiknya klop. Satu lagi, sebagai ibu, saya merasa tidak sendiri. Banyak kawan untuk berbagi. Nasihat Mama dan ibu mertua? Teteuuup diperhatikan.  
    
            Nah, seminggu yang lalu saya mendapat undangan menghadiri smart health parenting talkshow dari Brawijaya Clinic, fX Sudirman, Jakarta (30/1). Cuuuss langsung ke TKP. Brawijaya Clinic merupakan “anak” dari Brawijaya Women and Children Hospital yang berdiri tahun 2006. Di Brawijaya Clinic kita bisa medical checkup, USG, periksa kesehatan anak, periksa gigi, periksa kulit, dll. 


Brawijaya Clinic di fX Sudirman, Jakarta

Tema talkshow-nya adalah Lindungi Buah Hati dengan Nutrisi dan Stimulasi yang Tepat. Pemateri dr. Nathanne Septhiandi, S.pA. Dokter hanteng lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini udah malang melintang di dunia kesehatan anak. Selain praktik dokter, beliau juga aktif di berbagai organisasi sesuai bidangnya. Menarik!

dr. Nathanne Septhiandi, S.pA. 

              Pernah mengalami kasus bingung sebagai ibu baru kayak saya? Menurut dr. Nathanne, sebaiknya hal-hal yang “mengganjal” diketahui sebelum anak berusia 3 tahun. Semakin dini terdeteksi, penanganan semakin mudah dan hasil yang diharapkan pun semakin baik. Kalau terlambat, penyimpangan sukar diperbaiki. Teman-teman yang baca penuturan dr. Nathanne jangan mendadak parno, tapi juga jangan sengaja menunda-nunda!

Stimulasi
            Selama ini kita selalu mendengar kata “tumbuh kembang anak”. Sebenarnya, “tumbuh kembang” itu apa, sih? Jawabnya, “tumbuh” meliputi ukuran fisik, seperti tinggi badan, berat badan, lingkar kepala (mengukur dimensi otak anak), dst. Sementara, “kembang” meliputi kemampuan sensorik, motorik, emosi, kemandirian, dst. Faktor yang memengaruhi ada 2, yakni internal dan eksternal. Faktor internal berupa genetik dan proses sejak kehamilan. Faktor eksternal berupa gizi, aktivitas fisik, penyakit, pola asuh (orangtua dan nanny), pengaruh teman, dan lingkungan sekolah.  

            Stimulasi (termasuk kasih sayang) anak dilakukan bukan cuma pada saat tertentu. Stimulasinya enggak ribet, kok, Teman-teman. Contohnya memeluk, tersenyum (bayi umur 3 bulan udah bisa balas senyum, lho), main cilukba, cipak cipak air, menggambar, tebak-tebakan, makan bersama, dll. Stimulasi bisa dilakukan kapan aja dan di mana aja, bahkan sejak anak ada di dalam kandungan usia 6 bulan. Jadi inget waktu hamil Faruq, saya getol ngaji dan nempelin suara murottal CD ke perut. Sekarang Faruq senang menghafal surat Alquran. Hm, ada hubungannya enggak, ya? Wallahu ‘alam.

            Stimulasi yang tepat akan membuat sinaps (sel-sel otak) semakin banyak dan kompleks. Ini berkaitan dengan kecerdasan majemuk nantinya. Sebaiknya stimulasi seimbang otak kanan dan otak kiri. Dr. Nathanne detail sekali menjabarkan aneka stimulasi dan deteksi kemampuan normal bayi dari 0 – 36 bulan via slide.

Beda, ya, sinaps anak yang cukup stimulasi & kasih sayang dengan yang enggak 
Stimulasi seimbang otak kanan dan otak kiri

Nutrisi
            Pemberian makan merupakan bagian terpenting dari kehidupan anak, terutama batita. Di momen ini sebagian besar terjadi interaksi orangtua dan anak. Faktanya 50 – 60% orangtua melaporkan anaknya mengalami kesulitan makan. Anak yang kesulitan makan akan rentan infeksi, pertumbuhan terganggu, bermasalah dengan perilaku dan kognitif (potensi intelektual). Deteksi dari awal. Berikut macam-macam kesulitan makan dan solusinya.

1. Inappropriate feeding practice
            Anak di atas umur 1 tahun cuma bisa makan bubur? Anak di atas umur 1 tahun cuma mau minum susu? Ini salah satu kesulitan makan jenis inappropriate feeding practise. Penyebabnya, perilaku makan yang salah dan kebiasaan memberikan makanan yang tidak sesuai usia.

Do’s
- Suasana makan menyenangkan
- Atur jadwal makan; 3 kali makan utama dan 2 kali camilan di antaranya (susu bisa dikasih 2 – 3 kali sehari)
- Atur rasio makanan padat dan cair 70 : 30
- Buat variasi makanan
- Sajikan makanan secara menarik
- Dorong anak untuk makan sendiri
- Tawarkan makanan secara netral (tanpa bujukan atau paksaan, no drama heee)
- Jika dalam waktu 10 – 15 menit anak tetap tidak mau makan, angkat piring makan anak (lama makan maksimal 30 menit)
- Hentikan proses makan jika anak marah
- Bersihkan mulut dan alat makan anak jika acara makan telah selesai.

Dont’s
- Menjadikan makan sebagai reward (please … makan itu wajib, yak)      
- Mainan, televisi, atau gadget yang dapat mengganggu proses makan.

2. Small eaters
            Anak aktif dan tumbuh kembang normal, tapi tidak tertarik sama makanan? Anak cuma mau mengonsumsi sedikit makanan utama? Bisa jadi anak termasuk small eaters.

Do’s
- Meningkatkan kalori makanan rumah dalam bentuk mentega, santan, susu
- Pemberian suplemen nutrisi
- Pemberian nutrisi enteral
- Pemberian nutrisi parenteral.
*tapi jangan pulak anaknya ditakut-takutin, "Kalau kau enggak mau makan, mamak infus aja kau! Infuuus!"

Dont’s
- Menawarkan camilan atau susu di luar jadwal makanan utama.

3. Food preference
            Food preference ini termasuk anak yang picky eaters. Kalau istilah orang Medan, pilih pilih tebu. Kebanyakan milih kalau mau makan. Ini enggak mau itu enggak mau. Ah entah hapa maunya pusing pala mamaknya jadinya. 

Do’s
- Kasih contoh makan yang menyenangkan tanpa menawarkan makanan tersebut kepada anak
- Sajikan makanan dalam porsi kecil
- Sajikan beberapa makanan walaupun bukan makanan kesukaan orangtua
- Paparkan anak terhadap makanan baru
- Campur sedikit makanan baru dengan makanan yang disukai anak, pelan-pelan tingkatkan porsi makanan baru
- Taruh makanan di meja yang mudah dijangkau anak.

Dont’s
- Tetap melanjutkan makan padahal anak mau muntah.

Pesan penting dari dr. Nathanne, tidak semua masalah bisa diatasi dengan mudah karena melibatkan banyak faktor. Minta bantuan tenaga ahli. Kunci utama ada pada orangtua dan nanny.

Oiya, kalau boleh saran untuk panitia, sebaiknya talkshow nutrisi dan stimulasi dibuat terpisah mengingat waktu yang sempit, tapi materi cukup banyak. Jadi, talkshow nutrisi satu sesi khusus dan talkshow stimulasi satu sesi khusus, gitu. Kedua tema talkshow ini oke banget. Info seputar nutrisi dan stimulasi adalah info yang paling sering dikepoin ibuk-ibuk muda kayak saya. Terbukti dr. Nathanne kebanjiran pertanyaan dari peserta. Semoga ke depannya menjadi perhatian pihak Brawijaya Clinic, yaaa. Hopefully.  

Suasana talkshow 

Goodie bag

            Terima kasih talkshow-nya, Brawijaya Clinic! Sayang saya tidak bawa anak. Padahal yang bawa anak dikasih free dental screening untuk anak huhu. But, alhamdulillah, salah satu isi goodie bag acara adalah voucher diskon 50% mammography screening. Seperti diingatkan kalau saya belum melakukan checkup penting ini. Siap-siap atur jadwal, ah. [] Haya Aliya Zaki

Catatan:
- Semua gambar (bukan foto) dalam postingan ini milik dr. Nathanne Septhiandi, Sp.A.

- Jadwal praktik dr. Nathanne Septhiandi, Sp.A. di Brawijaya Clinic fX Sudirman and Oktroi Plaza Kemang sesuai dengan perjanjian. Informasi:

Tidak ada komentar