Jawaban Untuk Menjadi Perempuan Pintar





“Mba, enak ya mba kalo jadi orang pinter kaya elo. Apa-apa bisa. Punya keahlian macem-macem. Ngga kaya gue. Pengen nyari duit tapi gue ga bisa apa-apa.” Demikian keluh kesah seorang teman kepada saya baru-baru ini.

Aaah, benarkah saya pintar? Nanti dulu. Pintar apa, nih? Mengelabui orang lain juga bisa dikatakan pintar tanda kutip, kan? hehehehe…

Mengenai kata pintar, dari KBBI yang saya baca, pintar adalah pandai, cakap, cerdik, banyak akal dan mahir dalam mengerjakan sesuatu. Menurut saya, untuk menjadi pintar orang harus mau belajar dulu. Ingat aja deh dengan perilaku bayi. Dari yang hanya bisa tergolek lemah sambil menangis kencang di ranjang, perlahan dia bisa tengkurap, merangkak, berjalan dan kemudian berlari. Semua itu berproses, bukan? Bahkan, seorang anak bisa dikatakan genius pun tidak serta merta mendapat cap genius ketika baru lahir.

Jangan berhenti ketika memulai
“Tapi tetep aja kalo pintar mah pintar aja. Ada aja peluang elo dapet duit.” Demikian teman saya kembali mencecar saya.

Aah, benarkah saya pintar mencari materi dari peluang-peluang yang bersliweran di sekeliling saya. Saya rasa tidak. Kebetulan saja saya mendapat rezeki dari materi hingga persaudaraan dari menyambung tali silaturahim. Saya percaya dengan banyak-banyak menyambung tali silaturahim kepada siapa saja di situlah ada rezeki.

Saya masih ingat, tujuh tahun yang lalu setiap hari saya mengantar jemput anak-anak saya sekolah yang berjarak lebih kurang 15 Km dari rumah. Jangan ditanya deh capenya seperti apa. Bahkan si bungsu yang ikut menggondeli saya sepanjang rute rumah sekolah pp setiap hari jadi gampang sakit-sakitan. Belum lagi kendaraan saya juga bolak balik masuk bengkel karena diforsir terus menreus. Saya sempat merasa cape tenaga dan cape hati berjibaku setiap hari di jalan raya. Saya sempat hopeless. Tapi apakah saya harus berhenti? Jika saya berhenti, lalu anak-anak saya siapa yang berani menjamin keselamatannya di tangan orang lain. Namun memang tidak disangka-sangka, dari obrolah bercanda rupanya salah satu orang tua teman anak saya nekat bertanya, “gimana kalo mama Nala sekalian aja antar jemput kedua anak saya?” Ahaaa, siapa yang sanggup menolak? Berangkat dari situ, perlahan-lahan kendaraan saya sampai ngga muat diisi teman-teman anak saya yang  minta antar jemput dengan saya.

Most people are stronger than they know, they just forget to believe it sometimes

Jangan mengandalkan orang lain
“Gila, waktu itu cape banget dong lu, Mba?” teman saya agak menciut mendengar cerita saya. 

Saya tersenyum. Benarkah saya secape itu dulu? Ketika dititik ini saya berada, saya merasa apa yang saya kerjakan dulu tidak ada apa-apanya deh dengan perjuangan orang lain yang saya lihat di sekeliling saya.

Saya memberi contoh. Ada buruh pabrik perempuan dengan gaji standar UMR di tempat kerja suami saya. Atas izin atasan setiap hari dia membawa beberapa renceng kopi sachet dalam tasnya yang bisa dibeli karyawan untuk ngopi selama jam kantor. Memanfaatkan dispenser air panas di dalam kantor, dia cuma mendapat untung seribu rupiah perbungkusnya. Pulang kerja, katanya dia masih menjadi babu cuci gosok tetangga kanan kirinya demi mendapat penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Lalu, suaminya kemana? Suaminya ada koq. Saya bisa bilang suaminya itu pengangguran yang juga seorang pemalas. Harusnya tugas dia sebagai kepala keluarga yang mencari nafkah tapi justru malah dia limpahkan ke pundak istrinya. Saya bisa bayangkan pasti cape sekali istrinya. Tapi boleh saja kita bicara namun bukankah dia tetap ridho mengambil alih tugas kepala keluarga dalam rumah tangganya.

Saat itu teman saya terdiam. Saya katakan padanya bahwa masih banyak contoh-contoh sosok di sekeliling kita yang bisa kita petik untuk dijadikan teladan. Karena kunci untuk menjadi perempuan pintar adalah kemauan. Kebisaan menyusul setelah kemauan, bukan?

You are braver than you believe,
And stronger than you seem,
And smarter than you think,
~ AA Milnie, Winnie the pooh

Tidak ada komentar