Terangi Masa Depan Anak Bersama Phillips Lighting Dan UNICEF Melalui Pendidikan




Bicara soal hak dan kewajiban mungkin kita masih ingat dengan pelajaran PKN atau PMP jaman kita sekolah dulu. Saya sendiri masih ingat, lho, apa saja hak anak dan apa saja kewajibannya. Nah, salah satu hak anak yang harus dipenuhi orang tua adalah hak mendapatkan pendidikan.


Sayangnya, sampai sekarang hak anak untuk mendapatkan pendidikan belum seratus persen terpenuhi. Dalam peluncuran kampanye “Terangi Masa Depan” proyek kemitraan Phillips Lighting dan UNICEF di Avec Moi Restaurant, Jakarta, ibu Suhaeni Kudus, Education Specialist dari UNICEF mengatakan, “angka partisipasi sekolah di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu. Dimana anak usia sekolah SD dan SMP kini telah mencapai 90% sementara SMA telah mencapai 70%.”


Namun, meskipun hanya 10% usia anak SD dan SMP yang tidak bersekolah tapi sudah mewakili mengingat populasi di Indonesia sangat besar. Untuk itu UNICEF ingin memastikan anak-anak Indonesia dapat mengenyam bangku sekolah, katanya lagi.


Bicara soal anak tidak sekolah, kendala yang dihadapi UNICEF ada dua. Menurutnya, yang pertama salah satunya adalah tidak aware-nya pemerintah. Bisa jadi ketidak aware-nya tersebut karena ketidaktahuan terhadap masalah dan tidak tahu data akuratnya.


Kendala yang ke dua datang dari sisi penerima manfaat. UNICEF menemukan bahwa persepsi orang tua di Indonesia khususnya yang tinggal di pelosok masih banyak yang keliru. Ada anggapan bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Sementara jangka pendeknya adalah urusan perut. Tidak heran, di usianya yang semestinya harus bersekolah anak justru diarahkan untuk mencari uang membantu keluarganya.

Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional 2016, alasan utama mengapa anak-anak tidak pernah sekolah atau putus sekolah terkait dengan kemiskinan keluarga, lokasi yang terpencil, disabilitas fisik atau mental dan budaya.

Sebagai negara berkembang, tentu saja kerugian yang dihadapi bangsa jika anak putus sekolah banyak sekali. Memang tidak bisa dilihat langsung seperti apa kerugiannya namun karena anak tidak mendapat pendidikan formal di bangku sekolah maka anak hanya bisanya mencari ikan saja misalnya. 



Sehingga akibat turunannya akan semakin meluas seperti kualitas tenaga kerja yang masih di bawah rata-rata. Padahal sekarang ini saja, karena efek bursa pasar bebas, tenaga kerja dari luar negri sudah banyak yang bersaing kerja dengan tenaga kerja lokal. Bisa dibayangkan, apa jadinya jika tenaga kerja lokal justru tergilas dengan hadirnya tenaga kerja asing. Pengangguran.


Prihatin dengan keadaan tersebut Bapak Bukik Setiawan selaku praktisi pendidikan yang berkarya di kampus Cikal serta founder Tamankita.com dan Indonesia Bercerita mengatakan, bahwa pendidikan di Indonesia ibarat seperti orang muda yang ceria dan penuh semangat belajar di awalnya. Tapi lama-lama terengah-engah lalu berhenti karena kurang biaya.


ki - ka : ibu eni, Gregor Henneka, Lim Sau Hong, Bukik Setiawan


Jika dirunut kembali ke awal kehidupan, soal kualitas gizi juga mempunyai pengaruh penting terhadap kualitas pendidikan. Oleh karena itu, persoalan pendidikan adalah pr bersama buat semua pihak. Tidak cuma pemerintah, namun korporasi, media dan semua lini pun turut berkontribusi penuh mengingat pentingnya pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Terlebih saat ini, program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah agar dapat terlaksana dengan baik adalah tanggung jawab semua pihak.


Di kesempatan ini, komitmen Phillips yang bermitra dengan UNICEF dalam mendukung pendidikan diresmikan dengan penanda tanganan kemitraan multi tahun untuk anak-anak. “Bentuk tanggung jawab kita semua adalah dengan bekerja sama agar kita dapat membuat perubahan, “tutur Rami Hajjar, Country Leader Phillips Lighting Indonesia. Mengingat ada lebih dari 4,5 juta anak indonesia yang harusnya bersekolah tapi tidak memiliki kesempatan tersebut.


Dukungan Phillips Lighting Indonesia untuk program UNICEF “Kembali Ke Sekolah” akan membantu kami menyediakan akses pendidikan berkualitas pada anak-anak. Yang nantinya akan meningkatkan peluang mereka untuk lepas dari kemiskinan, memperoleh pekerjaan, tetap sehat dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat di masa depan. Selain pemerintah, dari sektor swasta pun dapat membuat perubahan nyata dalam kehidupan anak-anak ini, kata Lauren Rumble, Deputy Respresentative UNICEFE Indonesia.


Bentuk dukungan akan pendidikan yang diluncurkan UNICEF dan Phillips Lighting pada 3 Oktober 2017 kemarin adalah dorongan agar konsumen ikut berkontribusi melalui program UNICEF “Kembali Ke Sekolah” dengan membeli paket khusus Phillips LED ‘Beli 3 Gratis 1’ dan berlogo UNICEF agar anak-anak di luar sana dapat bersekolah kembali.




Mekanismenya begini, dari setiap pembelian paket tersebut Phillips Lighting Indonesia akan menyisihkan 2 ribu rupiah. Targetnya, Phillips Ligthing Indonesia dapat mengumpulkan dua milyar rupiah dari penjualan selama kurun waktu Oktober 2017 – Maret 2018 yang mana jumlah uang terkumpul akan digunakan untuk melanjutkan pendanaan program UNICEF “Kembali Ke Sekolah” di kabupaten Brebes Jawa Tengah, Mamuju Sulawesi Barat serta diperluas ke Bone dan Takalar Sulawesi Selatan. Dana tersebut bisa membantu sekitar 5 ribu anak usia sekolah untuk mendaftar ulang atau mendaftar sekolah untuk pertama kalinya agar bisa tetap bersekolah.


Program kemitraan ini sendiri merupakan proyek lanjutan setelah sukses menggalang dana di periode 2016 – 2017 lalu. Saat itu target yang diharapkan Phillips untuk mengumpulkan dana sebesar 1 milyar rupiah dikatakan sukses karena berhasil mengumpulkan dana lebih dari dua milyar rupiah yang dapat menyokong sekitar 4 ribu anak kembali bersekolah tahun ini.




Bentuk dukungan terhadap pendidikan memang banyak caranya. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan generasi baru bohlam Phillips. Bohlam Phillips akan memberikan pencahayaan nyaman di mata sehingga dapat membantu mengurangi stress pada mata terutama bagi para siswa yang harus belajar untuk jangka waktu yang lebih lama.


Tidak pernah kita bayangkan bukan bagi yang tinggal di pelosok dimana aliran listrik masih belum merata. Kehidupan seolah terhenti saat malam menjelang. Untuk menerangi kegulitaan digunakan lampu dengan minyak tanah yang asap dan cahayanya yang berbahaya bagi kesehatan.


Mungkin ini perlu kita renungkan bersama.




Tidak ada komentar