Peran Ibu Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan





Sesaat setelah bayi lahir, pertanyaan yang menyeruak dalam benak saya hanya dua ; sehatkah dia, sempurnakah dia?

Menjadi seorang ibu merupakan sebuah kebahagiaan sejati. Pertama kali memandang lalu menyentuhnya tak akan dapat saya lupakan. Rasa tidak nyaman selama kehamilan seperti mual hebat, kecemasan saat bleeding terus menerus hingga harus bedrest dan puncaknya ketika rasa sakitnya pembukaan jalan lahir langsung hilang seketika. Inginnya bayi dicium-cium terus. Inginnya dipeluk-peluk terus. Gemas rasanya ya.





Syukurlah anak-anak saya lahir sehat dan sempurna semua. Walaupun, selama ini rupanya saya keliru mengambil langkah untuk menjaga kesehatan anak-anak saya. Saya salah sangka, saya kira menjaga kesehatan anak barulah dimulai setelah anak lahir. Padahal tidak. “Kesehatan anak justru harus dijaga sejak awal  kehamilan,” tutur Ibu Endang L. Ashadi, Prof, Dr, MPH, DrPH dalam diskusi kesehatan mengenai gizi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tanggal 20 Februari 2018 di Hotel Santika Taman Mini, Jakarta.





Mengapa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) Begitu Penting?
Prof. Endang memaparkan, delapan minggu pertama setelah masa pembuahan adalah masa yang sangat kritis. Karena, cikal bakal organ-organ tubuh terbentuk sampai janin berusia 8 minggu pertama kehamilan. Selanjutnya, cikal bakal organ tubuh seperti otak, jantung, paru-paru, ginjal dan tulang akan terus tumbuh berkembang menjadi organ sempurna pada akhir kehamilan. Saat bayi lahir, pematangan organ tubuh seperti otak dan otot masih terus berlangsung sampai bayi berusia 2 – 3 tahun. Akan tetapi biar bagaimanapun, tetap  tidak sebaik jika sejak dalam kandungan tidak dimulai.



Masalahnya, banyak kehamilan yang baru terdeteksi setelah lewat usia 8 minggu.  “Itulah sebabnya, sangat penting bagi seorang ibu untuk menjaga kesehatannya termasuk gizinya jauh-jauh hari sebelum kehamilannya,” jelasnya.

Mengingat begitu pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan mempunyai andil terhadap kecerdasan dan kesehatan anak,  maka jika periode ini tidak dilalui dengan baik akan berakibat terhadap kecerdasan dan kesehatan yang bersifat permanen, sulit diperbaiki dan berpengaruh terhadap minimal dua generasi selanjutnya.  

Itu bahayanya. Jika kita tidak berbuat apa-apa, artinya kita melepaskan dua generasi yang kurang atau tidak berkualitas. ~ Prof. Endang

Lalu, apa saja akibatnya jika periode 1000 hari pertama kehidupan tidak dilalui dengan baik?
Prof. Endang kemudian menganalogikan mekanismenya dengan perumpamaan balon. Balon sifatnya sangat plastis (lentur). Maka jika kita mengisi balon kecil dengan udara sampai besar, kalau dilepas udaranya bentuknya segera kembali normal. Tapi jika diisi air maka bentuknya berubah, sudah melar dan sudah tidak bisa dikecilkan lagi.

Begitupun dengan janin dan bayi yang sifatnya sama yaitu plastis atau lentur. Ia akan menyesuaikan diri dengan memperlambat pembelahan sel jika suplai gizi yang didapat dari ibunya kurang. Nah, bayi sensitifnya luar biasa, maka jika mekanismenya sudah terbiasa memperlambat pembelahan selnya, maka susah lagi untuk kembali normal. Itulah yang dikatakan dengan permanen menetap. Jadi, kalau anak terbiasa dikondisikan kurang gizi maka fungsinya ya susah untuk dikembalikan lagi. Akibatnya, di usia dewasa nanti jantungnya akan lebih rentan terkena penyakit, begitupun dengan organ lainnya.



Prof. Endang mengatakan, “kalau ibu hamilnya tidak bagus maka tumbuh kembang anaknya juga tidak bagus. Ada tiga kemungkinan resikonya. Jangka panjangnya yaitu kognitif, stunting dan Penyakit Tidak Menular (PTM) diantaranya jantung, ginjal, paru-paru, stroke, hipertensi dan lainnya. Yang menjadi masalah, hal ini tidak berhenti di orang tersebut tapi berlanjut pada generasi selanjutnya.”

“Karena ibu yang pendek, ibu yang kurus, ibu yang anemia, dan ibu yang tidak naik berat badannya adekuat (memadai) maka ibu mempunyai resiko bayinya tidak berkembang dengan baik. Dan akibatnya, bukan hanya menjadi beban untuk anak tersebut tapi juga menjadi beban keluarganya bahkan juga negara.” Tutur Prof. Endang. FYI, BPJS defisit untuk pasien PTM hingga trilyunan rupiah, lho.

Tentang Stunting
Stunting adalah postur tubuh yang pendek dari standar usianya yang terjadi akibat gangguan atau hambatan pada pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh akibat kurang suplai gizi dari ibunya saat hamil sampai usia 2 tahun. Parameternya anak stunting atau tidak, dapat diketahui sesaat setelah lahir yaitu bila panjang lahirnya kurang dari 48cm.



Di Indonesia hampir 10 anak balita dikatakan stunting. Berdasarkan data Riskesdas 2013, jumlah balita stunting di dunia yang paling banyak ke lima ditempati Indonesia dan jumlah balita kurus ke empat terbanyak di dunia. Jika dikembalikan kalau kita bicara stunting, orang Indonesia kan memang rata-ratanya memang pendek, ya kan? Tapiii, pendek yang dimaksud bukan begitu. Bila dikaitkan dengan proses terjadinya stunting, maka prosesnya bersamaan dengan tumbuh kembang organ tubuh yang terhambat, diperkirakan nantinya anak akan memiliki kecerdasan kurang dan resiko menderita PTM. Intinya, tubuh boleh pendek, tapi otak jangan ikut-ikutan pendek. Bayangkan, bagaimana nanti SDM kita bisa bersaing dengan bangsa-bangsa maju yang SDM-nya pintar-pintar?

Apa Penyebab Stunting?
Stunting terjadi jika anak mengalami kurang gizi atau kelaparan kronis dan berulang dan sering terkena infeksi. Menurut Prof. Endang hal ini saling terkait, karena anak yang terkena infeksi maka ia jadi tidak mau makan, sehingga menyebabkannya jadi kurang gizi. Begitu juga dengan anak yang kurang gizi maka auto imunnya jadi berkurang sehingga menyebabkannya mudah terkena infeksi. Ping pong terus.


Penyebabnya hanya satu yaitu IBU. Di periode 1000 Hari Pertama Kehidupan sejak dalam kandungan, ibu hamil yang mengalami kurang gizi dapat menyebabkan anak menjadi Stunting sehingga mengakibatkan pertumbuhan tulang dan organ tubuh anak terhambat.

Akibat Stunting ?
Akibat Stunting tidak terhenti pada anak yang kemudian menjadi dewasa. Bila anak yang stunting adalah perempuan dan kemudian hamil, maka bayi yang dikandungnya beresiko untuk tidak tumbuh optimal karena mungkin panggulnya sempit yang dapat membatasi pertumbuhan janin. Begitu juga dengan remaja putri yang tinggi badan dan panggulnya masih tumbuh dan berkembang diupayakan untuk tidak hamil dulu. Karena akan berakibat terjadinya siklus stunting antar generasi, yaitu dari ibu ke anak.

Nah, nah, nah, lalu mengapa Stunting dikatakan bisa merusak  dua generasi?
Prof. Endang kemudian menjelaskan yang namanya 100 tahun alur gizi. Kurang gizi dapat diturunkan dari nenek ke cucunya. Meskipun bapak sebagai penyedia gen dan ibunya sebagai penyedia lahan, tapi nenek juga seperti bapak. Sama-sama menyediakan gen. Sehingga jika genetik dan lingkungannya kurang gizi maka rantai gizi ke cucu dan cicitnya alurnya bisa sampai 100 tahun. Jadi, sebagus apapun benihnya (gen) jika ladangnya (gizi) jelek maka hasilnya pun jelek.

Upaya pencegahannya ?
Tidak lain adalah memperbaiki masalah gizi sejak dini, yaitu di kelompok periode 1000 HPK yaitu ibu hamil dan bayi 0 – 2 tahun dan kelompok yang akan menjadi calon ibu (remaja putri) merupakan keharusan karena terkait dengan kualitas bangsa di masa mendatang.



Secara keseluruhan menjaga pola makan dan bergizi seimbang adalah penting tapi untuk calon ibu hamil, Prof. Endang menyarankan untuk tidak obesitas dan tidak anemia. Untuk ibu hamil harus ada pertambahan berat badan selama kehamilan, rajin imunisasi dan tidak lupa minum tablet tambah darah dan untuk ibu menyusui jangan berpantang makanan.

 Pantang Makanan Benarkah?
Mungkin kita pernah mendengar mitos bahwa saat menyusui jangan makan makanan yang bercita rasa tajam. Malah ada yang menyarankan untuk makan yang serba bening dan tawar saja karena takut bayinya alergi atau diare. Nah, ini perlu diluruskan ya.

Jika kita bicara 1000 HPK otomatis kita bicara mengenai gizi ibu hamil dan ibu menyusui. Ibu hamil dan menyusui membutuhkan energi lebih banyak sehingga perlu tambahan energi 180 – 400 Kkal serta 20 gram extra protein perhari untuk pertumbuhan dan perkembangan janin dan bayinya. Jadi, pantang makanan adalah salah besar, tandas Tirta Prawitasari, Dr, MSc, SpGK yang ditemani oleh Yustina Anie Indriastuti, DR, Dr, MSc, SpGK dalam sesi berikutnya.

Nah, bagaimana memperkirakannya, sebanyak apa sih 180 Kkal?
Dr. Tirta mengatakan, “kurang lebihnya sama dengan 6 sdm nasi yang kalorinya 175.” Sederhananya, tambahkan 6 sdm nasi atau 1 potong ayam atau 2 potong daging berukuran sedang atau 3 lembar roti gandum untuk mencukupi kebutuhan energi ibu hamil dan menyusui. Intinya, jangan kebablasan kalori supaya terhindar dari obesitas.


Pentingnya Zat Besi Dan Folat
Yang tidak kalah penting untuk ibu hamil dan menyusui adalah zat besi dan asam folat harus hadir karena sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan perkembangan janin dan bayi.



Masalahnya, tidak semua makanan yang mengandung zat besi dapat diserap tubuh. Meskipun sama-sama mengandung zat besi, namun yang terdapat dalam tumbuhan (non heme iron) berbeda dengan yang terdapat dalam hewan (heme iron). Yang terbaik adalah zat besi yang berasal dari makanan hewani. Ibaratnya, makan semangkuk sayur bayam atau makan sepotong ayam tetaplah tidak sama. Karena dalam sayur bayam yang diserap tubuh hanya 3% saja sementara dari sepotong ayam yang dapat diserap hingga 25%.



Faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan zat besi?
Kekurangan zat besi adalah jenis kekurangan nutrisi yang paling sering terjadi karena zat besi tidak diproduksi dalam tubuh. Untuk mencegah kekurangan zat besi tidak ada cara lain selain mengkonsumsi makanan yang mengandung unsur zat besi seperti di atas. Namun, dalam penyerapannya ke dalam tubuh juga dipengaruhi oleh kombinasi makanan yang disantap waktu makan. Jadi jika kita makan makanan yang itu-itu saja penyerapannya dapat saja terhambat. Dr. Tirta kemudian mengatakan, zat yang dapat membantu penyerapan zat besi terdapat dalam :



Protein hewani maupun nabati sejatinya tidak meningkatkan absorpsi tapi bahan makanan seperti meat factor yaitu daging, ikan dan ayam walaupun jumlahnya sedikit akan membantu meningkatkan zat besi non heme yang berasal dari nabati. Jadi bila dalam konsumsi makan sehari-hari tidak ada meat factor maka penyerapan zat besi dari makanan sangat rendah.

ASI Dan MPASI
Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan, ASI sejak jaman dulu dikenal merupakan makanan terbaik untuk bayi sampai berusia 6 bulan (ASI Ekslusif) tanpa penambahan makanan apapun.  Seiring dengan usia dan aktifitas bayi yang semakin banyak maka energi gap juga semakin besar.
Dalam gambar dijelaskan, memasuki usia 6 bulan ASI sudah tidak memadai lagi untuk memberi kecukupan gizi. Itulah sebabnya MPASI perlu segera diberikan tanpa ditunda-tunda lagi karena zat besi yang didapatkan dari ASI kurang.


Lalu kenapa baru di usia 6 bulan bayi perlu mendapatkan asupan zat besi? Dr. Tirta menjelaskan, mulai dari 0 – 6 bulan bayi masih mendapat zat besi dari cadangan zat besi ibunya melalui ASI. Jadi ketika sudah mencapai usia 6 bulan, cadangan tersebut drop. Nah, biasanya dalam kondisi ini ibu merasa baik-baik saja, padahal ia baru saja menempatkan anaknya pada defiensi zat besi.

Dr. Tirta pun menyarankan, saat memberikan MPASI jangan terpaku pada jenis makanan yang itu itu saja. Beliau mengingatkan prinsip makanan yang disajikan harus memenuhi setidaknya 4 bintang yang disebut dengan “MPASI 4 Bintang”, artinya dalam penyajian MPASI harus mengandung karbohidrat, protein, sayuran dan lemak tambahan dari 7 kelompok bahan makanan.



Beliau menandaskan, pemberian MPASI jangan ditunda-tunda. Jangan juga memberikan hanya satu atau dua jenis makanan karena takut anaknya alergi atau diare. Untuk pertama kali tidak ada salahnya jika dikenalkan dengan pure wortel, pure labu atau pure pisang. Akan tetapi pure nabati mengandung zat besi dan zinc yang rendah. Untuk itu, pastikan selalu hadirkan protein hewani terutama dalam bentuk daging hewan atau jeroan dalam hal ini hati ke dalam menu MPASI.



Lalu bagaimana dengan makanan bayi fortisifikasi? Layakkah diberikan untuk bayi?
Niat untuk memberikan MPASI dari bahan alami memang baik. Akan tetapi jika bahan alami yang digunakan kurang dari 4 bahan yang dianjurkan (MPASI 4 bintang) tentu tidak optimal juga hasilnya. Alih-alih memenuhi kebutuhan gizi seimbang, bayi justru mengalami mal nutrisi seperti kekurangan zat besi. Untuk itu Dr. Tirta menyarankan, “apa salahnya memberi MPASI fortisifikasi (bubur instant atau biskuit bayi) jika kita tidak punya waktu dan SDM yang bisa mengolah MPASI?

Panduan gizi seimbang
Jika prinsip 4 sehat 5 sempurna masih kita anut lalu bagaimana dengan orang yang punya masalah absorpsi karena tubuhnya tidak bisa mencerna susu? Apakah kalau begini hidupnya jadi tidak sempurna karena tidak minum susu dalam hidupnya?

Nah, jaman sudah berubah. Karena rupanya 4 sehat 5 sempurna kurang mumpuni dijadikan acuan gizi sehat kita dalam memerangi penyakit. Seperti kita tahu akhir-akhir ini banyak penyakit yang timbul akibat pola makan yang salah dan pemilihan makanannya. Oleh sebab itu penyempurnaan dilakukan dengan hadirnya pedoman gizi seimbang sejak 3 tahun yang lalu.



Secara garis besar, gizi seimbang adalah keseimbangan antara asupan makanan dan aktifitas fisik. Agar mudah dibuatlah 4 pilar yang membangun gizi seimbang berupa :

Mengkonsumsi pangan beraneka ragam,
membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat,
melakukan aktifitas fisik dan
memantau berat dan tinggi badan

Nah, seimbang yang dimaksud di sini artinya bukan jumlahnya sama tapi proporsinyalah  yang dibutuhkan tubuh. Panduannya pakai saja teknik kira-kira, caranya dengan membuat garis imajiner di piring kita lalu bagi dua. Kanan dan kiri. Kanan untuk meletakkan sayur dan buah dimana porsi sayur harus lebih banyak dari buah sedangkan di sisi kiri untuk meletakkan makanan pokok dan lauk pauk dimana lauk pauknya jumlahnya harus lebih sedikit dari makanan pokok (karbohidrat).
Sedangkan untuk MPASI pemberiannya pun disesuaikan dengan usianya, karena secara fisiologis fungsi saluran cerna anak kelompok usia 6 – 12 bulan tentu berbeda dengan kelompok usia 12 – 23 bulan.


Yang terpenting, dengan memberikan MPASI ketika anak sudah berusia 6 bulan dapat memenuhi gap gizi yang semakin lama semakin besar dibutuhkan anak dan tidak dapat dipenuhi dari ASI saja. Untuk itu, sebagai ibu, mari kita mulai dari diri sendiri dengan menghadirkan makanan yang sesuai dengan panduan gizi seimbang, karena kemajuan suatu bangsa ditentukan dari kualitas anak-anak kita ini.




Tidak ada komentar