“Awal mulanya, peralatan makan saya ditanda-tandain. Lalu pelan-pelan keluarga menjauhi setelah tau saya terkena TBC,” kenang Pak Junaedi, seorang mantan penderita TB MDR, dalam lokakarya Bloggers “Peduli Tuberkulosis, Indonesia Sehat” di Kemenkes, HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, 19 Maret 2018 lalu.
Kala itu, tahun 1997, pak Edi, panggilannya, seharusnya menjalani masa pengobatan intensif TB selama 6 bulan. Akan tetapi karena stigma buruk yang diperoleh dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga maka ia pun memutuskan untuk menghentikan pengobatan di tengah jalan. Terlebih saat itu, ia merasa dirinya sudah sembuh.
Tidak disangka-sangka, ia kemudian terdeteksi terkena TBC lagi. Tapi jenisnya sudah naik level yakni TB MDR (Multi Drug Resistence). TB MDR adalah sebuah kondisi dimana kuman TBC yang ada di dalam tubuh penderita TBC tidak mati tapi justru bertambah kuat dan kebal terhadap Obat Anti TBC (OAT) yang selama ini dikonsumsinya.
Supaya sembuh ia harus menjalani masa pengobatan yang lebih lama, lebih menyakitkan, dan keluar biaya lebih banyak. FYI, biaya pengobatan mencapai 200 kali lipat dan masa pengobatannya sekitar dua tahunan. Karena jika tidak diobati, kuman makin kebal dan bisa berakibat kematian.
Tantangan TB
Cerita kelam pak Edi berjuang mengatasi TBC merupakan satu dari 1.020.000 kasus TBC di Indonesia per tahunnya atau 391 kasus per 100.000 penduduk berdasarkan data WHO tahun 2017. Dari angka tersebut, diketahui 730.000 kasus TBC sudah diobati di layanan kesehatan dan 290.000 sisanya lagi MASIH BELUM TERDETEKSI.
Ada banyak faktor yang menyebabkan mengapa TBC masih menjadi tantangan serius yang harus diatasi. Diantaranya rendahnya kepatuhan penderita minum obat secara rutin seperti halnya pak Edi.
Sejatinya, pengobatan TB intensif selama 6 sampai 8 bulan yang terbagi dalam dua tahap yakni tahap awal (minum obat setiap hari selama 2 – 3 bulan) dan tahap lanjutan (minum obat 3 kali seminggu selama 4 – 5 bulan).
Akan tetapi, umumnya, penderita TB di tahap lanjutan merasa dirinya sudah merasa sembuh. Ditambah lagi dengan adanya rasa jenuh minum obat terus menerus lantas stop minum obat seperti pak Edi. Tapi akibatnya, tidak disangka, jadi malah menyebabkan berkembangnya TBC yang kebal obat.
Etika saling melindungi diri juga masih kurang. Sebagaimana kita tahu, saat batuk atau bersin sebaiknya gunakan tissue yang harus langsung dibuang setelah digunakan. Jika tidak ada tissue, jangan gunakan telapak tangan untuk menutupi, karena tangan kita berpotensi untuk menyebarkan kuman ke orang lain misalnya saat bersalaman atau memegang pintu. Nah, jika tidak ada tissue, batuk atau bersinlah di lengan baju kita. Caranya buang muka ke arah lengan kiri atau kanan lalu tempelkan mulut kita ke lengan atas. Kenapa lengan atas? Karena lengan atas paling jarang terkena kontak dengan orang lain, ya kan.
Tinggal di daerah yang padat penduduk memudahkan transmisi terpaparnya partikel kuman di udara. Dan lamanya menghirup udara yang itu-itu saja di lingkungannya juga berimbas karena kurangnya sirkulasi udara. FYI, bakteri TB dapat bertahan di tempat tertutup yang gelap dan lembab, kalau kuman dapat bertahan beberapa jam hingga bulanan.
Untuk mencegah penularannya yang dapat kita lakukan yakni dengan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat, antara lain :
Menjemur alat tidur. Bakteri TBC akan mati dalam beberapa jam bila di udara terbuka apalagi bila terkena sinar matahari.
Membuka jendela dan pintu setiap pagi agar udara dan sinar matahari masuk
Makan makanan bergizi
Tidak merokok dan minum minuman keras
Olahraga secara teratur
Dan, bagi penderita TBC agar tidak menularkan lagi ke orang lain, wajib minum obat secara lengkap, teratur dan dosisnya tepat sampai sembuh.
Strategi Eliminasi TB
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi prevelansi TBC. Jika dari 120 tahun yang lalu teknik pemeriksaan mikroskopis kini telah menggunakan alat diagnostik baru yang dikenal dengan TCM (Test Cepat Molekuler). Kelebihannya, dengan alat ini seseorang dapat diketahui positif terkena TBC atau tidak hanya dalam 90 menit saja, padahal dulu perlu dua hari untuk diketahui hasilnya. Duuh, seram ya, dalam kurun dua hari saja sudah berapa banyak partikel kuman yang beredar di udara sekeliling kita?
Pemerintah pun terus melakukan upaya dengan peningkatan layanan kesehatan dan menjamin suplai dan ketersediaan obat bagi penderita TBC sampai sembuh. Menurut Pak Asik Surya, seluruh obat-obatan sudah dikemas langsung sekaligus sehingga setiap pasien sudah memiliki jatahnya sendiri-sendiri. “Obatnya GRATIS,” tegasnya kemudian.
Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana melacak orang-orang yang memiliki faktor resiko tertular TBC? Nah, inilah yang menjadi tanggung jawab sosial kita sebagai masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, orang yang menderita TBC memiliki ciri khas diantaranya yakni terlihat sering batuk-batuk dan badannya kurus. Akan tetapi, yang harus kita waspadai gejala utama TBC lainnya yaitu apakah batuknya berdahak atau tidak, apakah sering berkeringat tanpa sebab terutama di sore dan di malam hari, apakah nafsu makannya menurun sehingga berat badannya menurun?
Terlebih, dari gejala utama tersebut, perhatikan apakah batuknya berdahak atau tidak, jika berdahak ada darah atau tidak, meriang atau tidak, dan nyeri di dada atau tidak.
Jika iya, ada batuk terus menerus selama lebih dari dua minggu ditambah adanya gejala lain tersebut, segera periksakan ke layanan kesehatan!
Penyakit TBC merupakan penyakit yang mudah menular. Dari sejak jaman dulu penyakit TBC masih menjadi ancaman serius bagi siapapun. Kuman TB ada di udara yang kita hirup dan ditularkan melalui penderita TBC saat ia batuk, tertawa atau bersin. Jadi mau orang kaya atau miskin, orang terkenal atau bukan, anak-anak atau dewasa, semua memiliki faktor tertular.
Terlebih jika daya tahan tubuh lemah maka resiko penularannya jauh lebih besar dibandingkan orang yang memiliki daya tahan tubuh kuat. So, mulai sekarang, yuk lindungi diri dengan menggunakan masker untuk mencegah terpaparnya kuman TB di saluran pernapasan kita, batuklah dengan benar dan jika ada orang di lingkungan kita yang mengalami gejala utama TB jangan ditunda-tunda untuk memeriksakannya. Yuk kita TOSS, Temukan TB, Obati Sampai Sembuh!
Tidak ada komentar