Hari Minggu kemarin suara mesin fogging yang menderu-deru dari RT sebelah kembali mengingatkan saya akan rumah sakit. Saya teringat peristiwa ga enak pada akhir Desember tahun 2017 silam. Saat itu mba Nala dan Dega dua-duanya bergantian opname karena terkena Demam Berdarah. Bahkan waktu itu kondisi mba Nala sampai drop karena trombositnya menurun tajam. Diapun mau tidak mau harus menerima transfusi lima kantong darah. Duuh, setiap detik tak henti saya berucap doa agar diberikan keselamatan dan kesembuhan untuknya.
Setahu saya kalau fogging yang dilakukan RT sebelah bertujuan untuk mencegah endemi Demam Berdarah di sekitar komplek perumahan kami. Karena nyatanya dari siaran berita di televisi tren kasus penyakit DBD di kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan. Hingga tanggal 4 Februari 2019 total ada 410 kasus yang tersebar di 27 kecamatan termasuk kecamatan Cileungsi tempat saya tinggal dimana lima orang diantaranya meninggal dunia.
Tapi alangkah kagetnya saya kalau fogging rupanya tidak diperkenankan lagi penggunaannya sebagai cara untuk memberantas nyamuk Aedes Aegipty si penyebab demam berdarah. Dalam talkshow bareng Kemenkes RI di Kantorkuu Coworking Space, Kuningan, Jakarta, 7 Februari 2019 silam dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur P2PTVZ (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik) mengatakan, "Fogging tidak boleh dilakukan sembarangan. Fogging hanya boleh dilakukan dalam keadaan KLB atau Kejadian Luar Biasa.
Beliau mengungkapkan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara fogging hanya mencemari lingkungan. Fogging juga menimbulkan masalah baru bagi kesehatan masyarakat karena rantai kehidupan yang putus dengan matinya binatang lain selain nyamuk. Disamping itu, akibat fogging nyamuk justru jadi makin sehat dan kuat sehingga dia kebal (resisten). Bukannya mati nanti malah tambah banyak. Lagipula fogging tidak bisa mematikan jentik nyamuk, fogging hanya bisa mematikan nyamuk dewasa.
Ada beberapa langkah mudah yang dapat kita lakukan untuk mencegah DBD dan memberantas nyamuk DB beserta anak-anaknya. Tapi sebelum itu kita perlu mengenali dulu habitat dan kebiasaan si nyamuk Aedes Aegipty ini, yuk. Menurut dokter Nadia, penyakit Demam Berdarah adalah penyakit endemi yang kerap terjadi di negara-negara tropis. Karena negara kita ada di wilayah ini maka kita perlu mewaspadai perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegipty terlebih di musim hujan seperti sekarang ini.
Nah bingung kan apa sih korelasinya antara perkembangbiakan nyamuk DB dengan musim hujan? Jadi begini, saat musim hujan tempat-tempat yang bisa menampung air hujan merupakan tempat yang paling disukai sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Perilaku kita yang kurang peduli akan sekitar membuat serangga penular penyakit DBD ini justru menyebabkan banyak korban berjatuhan.
"Kita perlu tahu bahwa telur nyamuk Aedes Egypti mampu bertahan tanpa air selama enam bulan. Di musim hujan ini telur-telur nyamuk ini berpotensial menularkan penyakit DB kalau sudah menetas dan jadi nyamuk dewasa. Sebab itu kita harus mewaspadai banyaknya genangan air dari tempat-tempat yang bisa menampung air sebagai tempat perindukan telur nyamuk DB. Bayangkan saja bila satu nyamuk mampu bertelur sebanyak 30 sampai 50 telur dan setiap dua sampai tiga hari sekali dia bertelur?" ~ dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur P2PTVZ (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik)
Yang kerap membuat kecolongan karena nyamuk DB saat menggigit kulit manusia tidak langsung menyebabkan demam. Biasanya di hari ke tiga sampai hari ke lima pasien baru merasakan demam tergantung daya tahan tubuhnya. Nah kita perlu mewaspadai jam-jam praktek dia beroperasi. Menurut dokter Nadia, nyamuk DB biasanya menggigit di pagi dan sore hari dan ibarat vampir nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap dua hari sekali. Saat itulah virus dengue berpindah melalui air liurnya.
Sampai saat ini virus Dengue belum ada vaksinasinya. Itu adalah tantangan yang dihadapi pemerintah untuk menemukan vaksinnya. Sebagai masyarakat pemerintah juga mengharapkan agar partisipasi kita lebih ditingkatkan untuk mencegah DBD secara alami, bukan dengan cara fogging. Berikut caranya :
1. Melakukan 3Men : Menutup, Menguras, Mengubur
2. Menanam tanaman anti nyamuk seperti lavender atau sereh
3. Gunakan obat nyamuk semprot atau oles
4. Menjadi Jumantik (Juru Pemantau Jentik) di rumah yang bertugas memantau ada tidaknya jentik di bak rumah, tatakan pot gantung, tatakan dispenser, tatakan kulkas dan lainnya
5. Membuat perangkap Larvitrap.
Nah kebetulan saya dan teman-teman juga diajarkan membuat Larvitrap hanya dengan bahan-bahan yang ada di sekitar kita. Cukup siapkan botol air kemasaan berukuran besar, kantong kresek hitam, steples, lakban hitam, dan gunting.
Larvitrap yang sudah jadi dapat kita letakkan di pojok ruang keluarga, tapi jangan di dapur ya karena suhunya yang panas tidak disukai nyamuk. Adapun fungsi Larvitrap sebagai tempat bagi nyamuk untuk meletakkan telurnya. Setiap dua hari sekali kita dapat ambil telur untuk memutuskan rantai kehidupan nyamuk Aedes Aegypti dengan cara alami.
Jadi kepingin bikin larvitrap ah di rumah.
Tidak ada komentar