Rakornas Perpustakaan 2019 ; Upaya Wujudkan Ekosistem SDM Indonesia Melalui Penguatan Literasi



Kala membaca sesuatu sejatinya kita tidak hanya memahami arti dari hurup perhurup menjadi kata, kata perkata menjadi kalimat dan kalimat perkalimat menjadi paragraf. Akan tetapi kemampuan kita untuk memahami secara keseluruhan informasi yang dibaca merupakan pengertian literasi itu sesungguhnya. 

Memahami literasi tidak mudah teman-teman. Perlu waktu lama dari pembiasaan-pembiasaan membaca sejak dini. Di era 80-an, kala saya masih kecil, ketika sumber hiburan hampir tak ada, selain pesawat televisi yang mulai siaran di sore hari kegiatan membaca menjadi pengisi hari-hari saya. Ibu saya tanpa sengaja membuat saya jadi hobi membaca. Waktu itu ia sering membeli koran dan majalah bekas untuk dijadikan kantung beras (modelnya kaya kantung kertas gorengan di abang-abang gerobak). Tapi sebelum dijadikan kantung kertas saya pilih-pilih dulu yang menarik untuk saya baca-baca. Kebetulan di dekat rumah juga ada perpustakaan dan taman bacaan buku alias kios persewaan buku. Maka minat baca sayapun semakin tumbuh subur. 

Akan tetapi sejalan dengan pergeseran zaman, sebagian besar masyarakat kini semakin rendah intensitasnya dalam membaca. Ada banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya : 

1. Sistem akademik di sekolah dan kampus yang sangat padat membuat orang sudah jenuh untuk membaca dan mencari informasi lebih dari yang didapatnya. 

2. Ada alternatif lain yang lebih menghibur daripada membaca yakni chatting, nonton atau main games. Andaikan pun mencari informasi orang tetap lebih memilih mencari dari internet daripada membaca buku. 

3. Fasilitas umum seperti Mal, Karaoke, Bioskop dan taman hiburan lain yang asyik untuk hang out daripada membaca. 

4. Kesibukan ibu yang ikut berperan mencari nafkah menjadikan peran pentingnya dalam membiasakan anak membaca jadi semakin minim. 

5. Harga buku yang mahal menyebabkan orang enggan untuk membaca. Sementara itu perpustakaan yang sejatinya merupakan tempat untuk membaca buku seringkali fasilitas dan koleksi bukunya tidak memadai. Itupun kadang-kadang letaknya jauh sehingga membuat orang enggan membaca.




Dalam kegiatan Rakornas Bidang Perpustakaan 2019 saya kembali hadir tanggal 14 Maret 2019 silam di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta. Setelah sebelumnya hadir dalam Press Con yang berlangsung tanggal 11 Maret 2019 di Gedung Perpusnas RI, Jakarta Pusat, terus terang saya penasaran dengan kehadiran narasumber-narasumber yang silih berganti bakal mengisi materi dalam kegiatan yang berlangsung dari 13 - 16 Maret 2019 ini. Dan kabarnya, Rakornas kali ini sangat happening karena dihadiri sekitar dua ribu orang dari seluruh Indonesia. 😍



Setelah gong tanda diresmikannya pembukaan Rakornas Bidang Perpustakaan 2019 Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan, setelah menggenjot pembangunan infrastruktur hingga tahun 2018 tujuan pemerintah selanjutnya adalah upaya untuk meningkatkan daya saing Indonesia secara global. Caranya adalah dengan berfokus pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Ekonomi di tahun 2019.



Untuk mewujudkan upaya tersebut, perpustakaan memiliki peran penting dalam membangun ekosistem masyarakat yang berpengetahuan. Sebab itu sebagai contoh saja, Perpustakaan Nasional kini tampil dengan wajah baru. Tak lagi sebagai tempat membaca buku saja tapi perpustakaan kini juga berfungsi sebagai ruang co working space. Berbagai fasilitas dan layanan diperbaiki agar pengunjung betah berlama-lama menghabiskan harinya di perpustakaan. Tak lupa, layanan pustakawan yang ramah dan handal menjadi kunci utama kehadiran pengunjung perpustakaan. 

"Karena secara inklusif, masyarakat berhak mendapatkan layanan perpustakaan dimanapun mereka berada dan pada kondisi apapun. Hal ini dijamin oleh negara melalui Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, " jelas Tjahjo. 

Beliau memaparkan, dari total 82.505 desa/kelurahan di Indonesia baru 33.929 desa/kelurahan memiliki perpustakaan atau setara dengan 41.12%. Karenanya Kemendagri mendorong pemerintah daerah untuk memberi penekanan pada kepala daerah untuk : 

  • Untuk membentuk Dinas Perpustakaan bagi pemerintah daerah yang belum punya. 
  • Memperkuat struktur kelembagaan dan tata laksana perpustakaan. 
  • Mendorong penyelenggaraan perpustakaan umum berjalan dengan baik. 
  • Pentingnya pembangunan perpustakaan di wilayah tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan (3TP). 
  • Optimalisasi pemanfaat NIK pada e-KTP sebagai Kartu Anggota Perpustakaan di seluruh wilayah Republik Indonesia. 
  • Mempercepat implementasi MOU Kerjasama, 
  • Dana DAK transfer ke daerah sebagian untuk pengembangan perpustakaan, literasi dan kegemaran membaca. Terutama penyediaan buku-buku life skill, home industri dan teknologi terapan. 



Untuk melihat langsung bagaimana peran perpustakaan bagi masyarakat, saya sempat berkunjung ke beberapa stand pameran yang digelar selama kegiatan Rakornas berlangsung. Saya takjub dengan hasil karya ibu-ibu di stand milik Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Bandung Barat. Berbagai kerajinan tangan tertata cantik dari kreasi ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas perpustakaan. Ah, andai semua perpustakaan dapat menjadi ruang publik terbuka yang dapat memberikan manfaat untuk pengembangan skill semua masyarakat tentu kesejahteraan ekonomi sebagaimana yang dicita-citakan pemerintah akan tercapai dengan mudah. 


Tidak ada komentar