Seminar IDLC : Berbagai Problematika Seputar Peralihan Hak Atas Tanah Yang Harus Kita Tahu



Teman-teman, hari gini siapa, sih, yang ga ingin punya harta dan uang melimpah? Coba kita perhatikan, kalau ada topik pembahasan soal gimana cara menghimpun kekayaan tentu tak sedikit yang antusias nyamber, ye kan? 

Nah, sayangnya pembahasan soal uang juga sensitif karena kerap bersinggungan dengan hubungan baik. Sudah banyak ribut-ribut soal uang yang kita dengar. Kakak beradik rebutan rumah orang tuanya yang sudah meninggal, ribut harta gono gini akibat perceraian, pembagian saham dalam kerjasama bisnis yang berakhir ricuh ataupun jual beli aset yang berujung dengan pertikaian. 😔



Terkait dengan kemelut yang mungkin saja dapat kita alami, dalam seminar rutin yang diselenggarakan IDLC di Ibis Tamarin, Menteng, Jakarta pada 30 April 2019 silam beruntung saya bisa berkesempatan hadir lagi. Kali ini topik yang diangkat sangat lekat dengan kehidupan mengenai 'Berbagai Macam Proses Peralihan Hak Atas Tanah dan Potensi Permasalahan Yang Timbul'. Wah, berat nih kayanya.

Namun saya salah sangka. Seminar setengah hari rupanya berlangsung cukup 'panas'. Puluhan  peserta yang berprofesi sebagai Notaris dan PPAT, yang datang dari berbagai daerah di Indonesia tak henti bertanya dan langsung diulas dengan gamblang oleh keynote speaker Mba Irma Devita. 

Ga heran sih dengan jam terbang selama dua puluh tahunan, sebagai Notaris dan PPAT di Jakarta Utara ibu satu anak ini juga dikenal sebagai trainer dan speaker di berbagai forum, baik nasional maupun internasional. Pun sebagai founder lembaga pelatihan IDLC mba Irma termasuk aktif membagikan pengalamannya melalui blog dan buku-buku mengenai hukum yang ditulisnya. Yang terbaru yakni aplikasi irmadevita sebagai salah satu penunjang pembelajaran hukum secara berkesinambungan melalui smartphone. Dan ada lagi yang terbaru rupanya,  beliau juga nulis komik, lho. Waaah,produktif sekali ya 🙈






Sebelum mengulas habis seluruh materi mba Irma Devita mengatakan, "sejatinya berbagai problematika dapat diantisipasi sejak awal. Memang, sih, kelihatannya ribet dan makan waktu tapi percaya deh, potensi permasalahan yang timbul di masa datang dapat diminimalir kalau Notaris sudah bekerja sesuai SOP."

Tambahnya lagi, White colour crime itu banyak. Tak dapat dipungkiri Notaris kerap dihadapkan pada pihak-pihak yang sedemikian meyakinkannya sehingga kami kira benar. Pernah ada kejadian akte lahir saya pun sempat dipalsukan orang.

Duh, ga kebayang, bagaimana dengan saya atau teman-teman yang buta sama sekali dengan kenakalan-nakalan oknum jahat. Bisa-bisa habis semua harta yang dikumpulkan pelan-pelan. Macam mba Irma aja masih ada yang niat memperdaya ya 😢




Kembali ke laptop. Dalam seminar yang dimoderasi mba Alya Rohali ada tiga pokok pembahasan mengenai proses peralihan hak atas tanah.  

1. Hak Atas Tanah dan Proses Peralihannya 
Dalam UUD 45 disebutkan pada dasarnya seluruh tanah yang berada di wilayah bumi Indonesia adalah milik negara. Landasan hukum ini sering menjadi acuan dalam keputusan-keputusan yang dibuat Notaris dan PPAT.

Terkait dengan kepemilikan hak atas tanah mba Irma mendefinisikan jenis hak atas tanah yang dibagi dua; primer dan sekunder. Kalau Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usah dan Hak Pengelolaan termasuk ke dalam jenis primer. 




Sedangkan hak atas tanah yang termasuk jenis sekunder (derivatif) yaitu : 
  • HGB/HGU/HP di atas tanah Hak Milik atau HPL,
  • Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di atas HPL Atau hak primer lainnya,
  • Hak Pakai di atas tanah negara, 
  • Hak Sewa di atas tanah Hak Milik/HGB/HGU/Hak Pengelolaan atas tanah negara,
  • Hak untuk memungut hasil hutan.

Masing-masing hak atas tanah memiliki penguasaan yang berbeda-beda tapi dari nilai ekonomisnya hak jenis primer dapat diperjualbelikan dan dijadikan jaminan hutang. Dibuktikannya dengan surat kepemilikan hak. 

Mba Irma mengatakan, hak pakai di atas tanah negara yang masuk ke jenis sekunder tak bisa dipindah tangankan ya, karena masuknya ke dalam asset negara. Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai tanah negara yang sifatnya khusus. Artinya kewenangan dilimpahkan langsung kepada pemegang HPL. Dalam hal ini pemegang HPL adalah intansi pemerintah, pemda, BUMN dll. Kalau kita nekat ya siap-siap aja masuk ranah hukum. Berani? hehehe

Contoh kasus lain yang diangkat yakni jual beli dengan asing. Di sini saya sempat teringat debat capres waktu itu yang mem-blow up hal begini. Menurut mba Irma, jual beli dengan orang asing itu sah-sah aja, syaratnya WNA tersebut harus berdomisili di Indonesia selama lebih dari satu tahun. Nantinya WNA bisa menggunakan hak pakai di atas hak milik atau hak pakai di atas tanah HGB yang dituangkan dalam perjanjian. Jadi WNA tetap tidak diperbolehkan 'memiliki' tanah di negara kita ya teman-teman, dia hanya bisa 'memakai' saja.




Begitupun dalam kawin campur. Kalau terjadi perceraian atau meninggal dunia dan meributkan harta gono gini, kembali lagi ke undang-undang bahwa WNA tidak dapat memiliki hak atas tanah ; baik penuh maupun separuh. Hak atas tanah sifatnya turun temurun jadi WNA otomatis  tidak bisa memiliki fisik rumah atau tanah. Namun tetap ada solusinya koq. WNA bisa menerima uang penjualan dari rumah atau tanah karena kembali lagi dia tak boleh memiliki fisiknya tapi dalam bentuk liquid saja. 

Dalam keterkaitannya dengan jual beli Mba Irma menyarankan, kalau mau beli tanah atau bangunan yang harganya murah hati-hati. Jangan tergiur. Siapa tau sertifikatnya sedang digadaikan lalu si oknum bikin sertifikat baru dengan alasan hilang. Kalau ini terjadi, sertifikat ada double bahkan triple karena semua pihak merasa punya hak atas tanah atau bangunan yang disengketakan tersebut. Bisa ditebak kelanjutannya gimana kan? Sereemmm 


2. APHB (Akta Pembuatan Hak Bersama)

Hak bersama merupakan sebuah kondisi dimana ada dua orang atau lebih yang sama-sama berhak atas tanah (HAT) atau hak milik atas rumah susun (HMRS). Biasanya hak bersama didapatkan dari garis vertikal yakni warisan dan garis horizontal yakni perkawinan.

Dikarenakan salah satu pihak ingin mengakhiri hak bersama maka melalui pejabat PPAT pembagian hak bersama atau nama kerennya APHB menjadi solusinya. Mekanisme APHB sama seperti dalam jual beli aja namun penghitungan pajak yang menyertai sedikit ada perbedaan.

Berikut contoh kasus APHB yang berkaitan dengan jual beli dan hibah waris.

Dicontohkan Adi meninggal dunia dan meninggalkan istrinya Bella dan dua anak Citra dan Dana. Kedua anaknya sepakat untuk menyerahkan hak atau bagian tanah warisannya kepada ibu mereka, Bella.




Maka perhitungannya sebagai berikut :
Bella menerima 1/2 harta bersama + 1/2 x 1/3 = 4/6 bagian
Citra dan Dana masing-masing menerima 1/6 bagian

Perhitungan pajaknya sebagai berikut :

Jika Citra dan Dana yang melepaskan bagiannya untuk diberikan kepada ibunya maka proses yang ditempuh adalah APHB atau jual beli dengan perhitungan sebagai berikut :
Pph ----> 2/6 x (nilai transaksi x 2.5%
BPHTB ----> 2/6 x Nilai transaksi - NJOPTKP x 5%

Jika Bella yang melepaskan bagiannya untuk anaknya yakni ke Citra dan Dana maka proses yang ditempuh adalah HIBAH (bukan waris ya karena hukum waris dibagi begitu ada kematian) dengan perhitungan sebagai berikut :
PPh ---> dibebaskan dengan catatan jika SKB dikabulkan 
BPHTB ---> 2/6 x nilai transaksi - NJOPTKP x 5%

Tahapan prosesnya sebagai berikut :

1. yang pertama kali dilakukan adalah proses balik nama waris dan membayar BPHTB waris.

2. Setelah itu ditentukan apakah akan dibuatkan APHB atau akta Hibah atau APHB? 
  • Kalau Akta : jual beli prosesnya melalui jual beli biasa
  • Kalau Akta Hibah : jika mekanismenya hibah, bila SKB dikabulkan maka pengenaan pajaknya dibebaskan untuk hibah satu garis lurus baik ke atas maupun ke bawah
  • Kalau APHB atau Akta Pembagian Hak Bersama : jika mekanismenya melalui APHB

3. Nah step terakhir proses balik nama kepada pembeli atau penerima APHB. 

Daripada menggunakan metode waris sebaiknya pakai metode hibah asalkan disetujui dan ikhlas semuanya. Karena kalau menggunakan metode hibah penghitungan pajaknya lebih murah ~ Irma Devita 

2. Inbreng
Topik yang dibahas terakhir  mengenai inbreng. Ada yang tau? Inbreng adalah sebuah istilah dimana seseorang menyetorkan modal dalam bentuk asset pribadinya ke dalam harta kekayaan perusahaan. Jadi modal dalam perusahaan patungan ga cuma punya uang tunai aja teman-teman. Punya skill atau asset juga bisa dijadikan modal. 

Dengan memasukkan ke dalam harta kekayaan perusahaan maka setiap pemberi modal berhak mendapatkan saham. Namun yang harus diperhatikan, asset yang dijadikan modal tersebut berarti sertifikatnya harus dibalik nama menjadi atas nama PT bukan atas nama perseorangan lagi. Kesimpulannya,  peralihan hak atas tanah di sini artinya sama aja dengan mekanisme jual beli.




Mba Irma menyarankan, untuk kasus seperti ini sebaiknya sebelum nyetor aset kekayaan untuk dibuatkan akta inbreng cek dulu sahamnya dihargai berapa rupiah. Karena seluruh pemodal akan mendapat keuntungan saham, maka kewajiban bayar pajak juga akan menyertai. Selain itu perusahaan juga akan dikenakan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Kalau ga salah pajak penghasilan kena 5% dan BPHTB juga sama 5 %.

Demikianlah pemirsaaah, ilmu agraria jadi makin bertambah nih. Rupanya berbagai problematika seputar peralihan hak atas tanah yang harus kita tahu dapat mencegah potensi terjadinya masalah di kemudian hari. Andai masih belum tercerahkan  teman-teman bisa donlod aplikasi irmadevita ya di playstore dari gadeget teman-teman, atau silakan kunjungi : 




Youtube : https://www.youtube.com/channel/UC7whoBnXTxlEgky9W5ZmgGA

Website : https://irmadevita.com/

Instagram : https://www.instagram.com/irmadevitacom/?hl=id

Dan bagi teman-teman yang ingin ikutan seminar yang digelar IDLC silakan pantau aja di : 

Instagram : https://www.instagram.com/eventidlc/?hl=id















Tidak ada komentar