Belajar Dari Perjalanan Panjang Brasil Pindah ke Ibu Kota Baru



Teman-teman, apa yang kamu bayangkan kalau Jakarta tak lagi menjadi ibukota negara? Entah mengapa kalau saya, koq, langsung membayangkan hilangnya kemacetan di kota ini. Asap knalpot kendaraan yang menyebabkan polusi semakin jarang. Tingkat stress pasti berkurang. Ah, rasanya damai sekali. 

Pemindahan ibukota negara rupanya bukan hal yang baru. Ternyata banyak juga koq negara-negara yang memindahkan ibukotanya seperti Australia, Brazil, Inggris, Jepang, Kazakhstan, Malaysia, Pakistan, Rusia dan Tanzania. Nah, negara kita sendiri sejak 1,5 tahun lalu telah melakukan studi pemindahan ibu kota. Rencananya pemindahan akan dilakukan pada tahun 2024. Namun sampai kini proses penentuan lokasinya masih berlangsung. 



Dalam acara yang digelar FMB9, singkatan Forum Merdeka Barat 9, di kantor Bappenas Jakarta, Rabu 10 Juli 2019, Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, satu alasan pemindahan ibukota karena pulau Jawa sekarang ini telah menjadi pulau yang sangat padat penduduknya. FYI, saat ini, kontribusi ekonomi nasional 58 persen ada di pulau Jawa dimana 20 persennya sendiri ada di Jakarta dan sekitarnya dan sisanya lagi ada di wilayah luar Jawa. 

Tentu saja kalau dibiarkan terus tanpa penangan serius maka ketimpangan akan semakin parah. Sebab itu pemerintah perlu membenahi agar kesenjangan pembangunan di Indonesia dapat teratasi. Dengan porsi 42 persen yang masih harus disebar di berbagai daerah di luar pulau Jawa, upaya pemindahan ibu kota negara akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Menurunkan kesenjangan. Mendorong perdagangan antar wilayah Indonesia. Mewujudkan Indonesia sentris dan mendukung Indonesia menjadi negara maju pada 2045. 



Namun kita perlu sadari teman-teman, pemindahan ibu kota negara tidaklah mudah. Selain menyangkut biaya, aspek lokasi yang tepat juga kesiapan infrastruktur pendukung memerlukan persiapan yang matang dan detil. "Beruntungnya kita mampu menjaga inflasi selama ini. Sehingga dalam pemindahan ibukota semua aspek kita perhatikan, yang tidak mengganggu aspek makro."

Nah dari beberapa kriteria daerah yang layak menjadi ibu kota baru, hampir dipastikan calon kuatnya adalah Kalimantan. Tapi persisnya dimana akan segera diumumkan kemudian. Yang pasti, ibukota baru nanti akan dibangun dari nol di wilayah yang masih kosong. Ibukota baru akan mengusung konsep green city, memakai energi terbarukan, clean and renewable energi, tidak bergantung pada fossil fuel dan memiliki urban planning yang baik. Sehingga dari awal pembangunan, seluruh desain dan tata kota sudah terancang dengan baik. 

Saya tidak mungkin mendesain kota yang sepi. Ibu kota baru didesain untuk 1,5 juta orang. Luasnya memang lebih kecil dari Jakarta karena kita memang tidak menciptakan Jakarta kedua. Kita juga tak ingin kota yang terlalu besar yang dapat menimbulkan permasalahan. Kita ingin ciptakan kota yang liveable. Kota ini inklusif. Siapapun bisa tinggal di kota ini asalkan punya sumber ekonomi. ~ Bambang Brodjonegoro. 

Mengapa Kalimantan? 
Dari studi dan penelitian Bappenas sejak 1,5 tahun lalu pemerintah fokus pada tiga hal utama terkait pemindahan ibukota : 

1. Industrialisasi di luar Jawa, 
2. Mengembangkan berbagai kawasan ekonomi, 
3. Mengembangkan 6 kota metropolitan di luar Jawa. 

Dalam upaya untuk mewujudkannya faktanya wilayah Kalimantan dan Sulawesi berada di tengah Indonesia. Ini cocok sekali untuk mewujudkan Indonesia Sentris. Namun Sulawesi wilayahnya rawan bencana sedangkan Kalimantan bebas dari aspek rentan bencana. 

Disamping itu wilayah Kalimantan juga memiliki keunggulan lain yakni ketersediaan lahan yang luas dan bebas dari isu politik. Ini adalah faktor terpenting karena Kalimantan merupakan wilayah yang multietnis. Wilayah ini dihuni banyak perantau sehingga keberagaman dapat mempercepat interaksi dan sosialisasi bagi masyarakat pendatang nantinya. 

Belajar dari Brazil 
Menariknya, Indonesia dan Brazil punya persamaan dalam hal ini.  Keduanya adalah negara yang sama-sama multietnic. Kalau Indonesia multietnic suku-sukunya yang tersebar dari Aceh hingga Papua sedangkan Brazil multietnic dari bangsa. Semua suku di dunia ada di Brazil. 

Keduanya juga sama-sama memindahkan ibukota ke lahan baru yang masih kosong. Namun bedanya Brazil telah duluan dan sukses memindahkan ibukotanya dari Rio De Jeneiro ke Brasilia. Brazil, seperti Indonesia juga memiliki populasi terbesar di wilayahnya dengan luas wilayah yang besar dengan sumber daya alam yang luar biasa. 






Merujuk keberhasilan Brazil memindahkan ibu kotanya tentu butuh waktu lama agar ibu kota baru kita nanti bisa seperti Brasilia. Disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Brazil periode 2010 - 2015, Sudaryomo Hartosudarmo, "Bermula dari ide untuk menyebarkan populasi penduduk agar menjadi lebih imbang pemindahan ibukota Brazil adalah perjalanan panjang. Dulunya Brasilia sepi tapi perkembangannya berlangsung dengan cepat. Kota-kota satelit di sekitarnya tumbuh dengan pesat. Sentra ekonomi dan penyebaran penduduk merata."

Waktu itu, saat pembangunan Brasilia kabarnya terendus ke seluruh dunia. Sehingga menyebabkan migrasi besar-besaran bagi pendatang yang mencari peluang ekonomi baru di Brazilia. Namun banyak yang tak bertahan dan pindah ke Sao Paolo. 


"Tantangan dalam lima tahun pertama karena tidak adanya infrastruktur seperti jalan dan kereta. Sehingga penghuni Brasilia pada awalnya hanya pegawai pemerintah dan pekerja yang membangun kota," kenang Ruben Barbosa, Duta Besar Brasil untuk Indonesia. 

Namun kini pertumbuhan ekonomi ibu kota baru Brasilia meningkat. Dan Rio De Jeneiro sebagai ibu kota lama tetap berfungsi sebagai kota bisnis. Populasi di Rio De Jeneiro tetap tumbuh. Tidak ada kerugian ekonomi yang dialami pasca pemindahan ibu kota ke Brasilia. Sementara itu Brasilia mengalami dampak positif yang signifikan. Populasi di ibu kota baru ini meningkat. 



Meskipun ibukota baru telah berganti namun kegiatan event olahraga Olimpiade tetap digelar di kota Rio De Jeneiro. Ibu kota baru Brasilia diperuntukkan hanya untuk kegiatan pemerintahan saja. 

Demikianpun Jakarta. Diharapkan pasca pemindahan ibu kota negara Jakarta tetap sebagai kota terbesar dan kota bisnis namun terpisah dengan ibu kota baru. Ibu kota baru berfokus dengan kegiatan parlemen dan pemerintahannya saja. Tidak menumpuk semua jadi satu di Jakarta agar pemerataan pembangunan dan ketimpangan ekonomi dapat tertanggulangi. "Ketimpangan jangan diperlebar lagi," pungkas Bambang Brodjonegoro. 

Baiklah kita tunggu saja perkembangannya. Anway, adakah yang mau migrasi ke ibu kota baru nanti? 

Tidak ada komentar