"Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau nafkah) di jalan Allah dan janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik". Al-Baqarah (2) : 195.
Bicara kebaikan artinya kita bicara soal anjuran berbagi. Tidak bisa dimungkiri kalau harta menjadi salah satu faktor utama yang harus dipikirkan. Dalam agama kita dianjurkan untuk berikhtiar mencari harta. Karena harta diperlukan untuk membiayai hidup. Tapi untuk menyempurnakan ibadah sholat, puasa, zakat atau sedekah kita juga perlu harta, kan?
Tapi di sisi lain ada begitu banyak manusia yang berlumuran dosa terkait masalah harta. Sesama saudara ribut soal warisan, urusan utang piutang jadi bersengketa, korupsi hingga pembukaan lahan besar-besaran yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. Semua itu karena harta. Duuhhh....
Padahal Rasullulah shallalahu 'alaihi wa sallam mengingatkan bahwa setiap harta akan dihisab ; bagaimana cara kita mendapatkan dan menggunakannya. Yaa, boleh saja kita menjamin harta kita halal, tapi itu belum cukup. Bagaimana kita yakin kalau menggunakan harta itu untuk sesuatu yang benar?
Beruntung saya dan teman-teman Blogger berkesempatan mengunjungi kawasan Zona Madinah dan Lembaga Pengembangan Insani, Parung, Bogor pada 2 Oktober 2019 silam. Di sini pemahaman saya mengenai penggunaan harta untuk sesuatu yang benar makin berkembang. Alhamdulillah.
Pengertian Wakaf
Dalam sambutannya, bapak Bobby P. Manulang - GM. Wakaf Dompet Dhuafa menyampaikan bahwa sebagian besar masyarakat masih mengira wakaf adalah bentuk ibadahnya orang-orang tajir melintir. Makanya, lahan wakaf umumnya digunakan untuk 3M saja ; Makam, Masjid dan Madrasah.
Padahal itu salah besar! Tidak harus punya lahan luas dulu untuk bisa berwakaf. Uang juga bisa diwakafkan. Tidak harus nunggu kaya dulu, gaesss.
"Ayo kita bayangkan, kalau yang duduk di sini menyisihkan masing-masing sepuluh ribu rupiah untuk berwakaf, setiap bulan dikumpulkan, maka akhir tahun sudah berapa yang terkumpul?" tanya pak Bobby.
Misalnya ada 50 orang x Rp 10.000 = Rp 500.000 x 12 bulan = Rp 6.000.000
atau 50 orang x Rp 50.000 = Rp 2.500.000 x 12 bulan = Rp 30.000.000
Ini yang dihitung baru saya dan teman-teman semua yang hadir, lho. Bagaimana kalau 3 juta umat Islam di Indonesia yang berpenghasilan 1 - 2 juta perbulannya mengeluarkan wakaf uang 10 ribu perbulan. Terkumpul potensi wakaf senilai 360 Milyar per tahun!!!
Subhanallah.
Saya semakin merinding membayangkan cerita pak Bobby yang menceritakan konsep wakaf rupanya dapat berkontribusi pada pembangunan. Wakif itu bernama Ustman Bin Affan, seorang sahabat Rasulullah SAW yang dikenal dermawan. Kalau teman-teman berkunjung ke Madinnah, di sana ada hotel dan masjid Ustman bin Affan yang mewah dan berstandar internasional yang dikelola Sheraton. Hotel ini dibangun dari rekening tabungan beliau yang sudah berusia kurang lebih 1.400 tahun. Berawal dari wakaf sumur dengan sistem sewa saja kekayaan Ustman yang dikelola oleh Kementerian Wakaf terus bertambah-tambah sampai sekarang.
Hmmm, siapa yang tidak ingin seperti beliau, ya? Fisiknya sudah tidak ada tapi nama dan jasanya selalu disebut sepanjang masa. Amalan wakafnya terus mengalir sampai sekarang.
Lantas pertanyaannya, di tengah rentannya kepercayaan terhadap amanah, siapa dong yang bisa dipercaya dan juga profesional untuk mengelola dana wakaf kita? Ini sekedar untuk memastikan saja kalau nilai harta wakaf kita tetap terjaga dan hasil usaha wakaf terus memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya penerima wakaf.
Dompet Dhuafa
Nah, Dompet Dhuafa adalah organisasi nirlaba terkemuka di Indonesia sebagai nazhir wakaf yang dapat dipercaya. Lembaga ini bersifat independen. Seluruh dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Sakaf) yang dihimpunnya dikelola dengan profesional. Tak heran kalau Badan Zakat Nasional memberikan penghargaan pada Dompet Dhuafa sebagai lembaga dengan administrasi dan pengoperasian dana terbaik.
Sejak dikukuhkan sebagai nazhir wakaf pada 16 Juni 2004 hingga saat ini Wakaf Dompet Dhuafa sudah memiliki beberapa asset produktif seperti rumah sakit, sekolah, kebun dan masjid. Semua asset wakaf dikelola secara produktif dan surplus wakafnya digunakan untuk penerima manfaat yakni kaum dhuafa juga anak-anak yatim. No tipu-tipu ya gaess.
Untuk membuktikannya selanjutnya saya dan teman-teman diajak berkeliling. Ada dua fasilitas pendidikan dan kesehatan yang kami kunjungi, letaknya berseberangan saja dari jalan raya Parung.
Saya masuk ke kelompok satu dan dipandu kang Didin. Tujuan pertama kami ke Bumi Pengembangan Insani. Ini adalah fasilitas pendidikan yang dikelola Dompet Dhuafa yang mempunyai beberapa program pendidikan seperti sekolah SMART Ekselensia Indonesia, Beastudi ETOS, Pusat Pembelajaran dan SGI atau Sekolah Guru Indonesia.
Sekolah SMART Ekselensia
Ini merupakan sekolah menengah akselerasi yang diinisiasi Dompet Dhuafa yang diperuntukkan untuk anak-anak Indonesia yang mempunyai tingkat intelegensi di atas rata-rata namun mempunyai keterbatasan biaya. Jenjang pendidikan ditempuh selama lima tahun dimulai dari kelas 7 SMP.
Saya dan teman-teman, setelah meminta izin kepada guru kelasnya - sempat memasuki salah satu ruang kelas yang semuanya lelaki. Waah rupanya di sini memang hanya menerima siswa lelaki saja. Mereka belajar seperti peserta didik pada umumnya dari Senin - Jumat dari jam 07.00 - 15.00. Sistem belajarnya moving class. Jadi siswa belajar pada ruangan yang berbeda sesuai dengan mata pelajarannya.
Selain dilatih memiliki kepribadian islam yang berprestasi dan berdaya guna, tak hanya belajar dan beribadah setiap siswa di sekolah ini juga dapat mengikuti kegiatan sesuai hobbinya. Ada perpustakaan, ruang music, lapangan sepakbola dan lapangan futsal. Menariknya, untuk melatih kemandirian setiap siswa juga diajari menjahit dan memotong rambut di ruang taylor dan barbershop.
Menurut Kang Didin, setiap siswa juga diberikan uang saku perbulan yang bisa dipergunakan untuk membelanjakan keperluan mereka. Waah sepertinya asik sekali ya bisa bersekolah di sini. Sudah biayanya gratis masih dikasih uang saku pula. Eitt, tapi jangan salah, selain harus berasal dari kaum marjinal, persyaratan lainnya adalah wajib test baca Al Quran.
Sehingga tidak salah deh kalau sekolah ini telah melahirkan berbagai prestasi yang bikin saya berdecak kagum. 100% lulusannya diterima di perguruan tinggi negeri terakreditasi A seperti ITB. UI, UGM, UNPAD, USU, UNAND, UNDIP, UNIBRAW, UNAIR dan lainnya. Selain itu berbagai piala kemenangan dari berbagai olimpiade baik tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional memenuhi deretan lemari selasar sekolah. Kereeeeennn
Sekolah Guru Indonesia
Ini adalah salah satu jejaring divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang memfasilitasi tenaga relawan untuk mengabdikan diri di daerah 3T, Tertinggal, Terluar dan Terdepan di Indonesia. Kita ketahui, yang namanya daerah 3T sebagian besar daerahnya menjadi gerbang tapal batas antar negara, sehingga pertumbuhan pembangunannya berlangsung lambat.
Alhamdulillah, sampai saat ini sudah ada enam angkatan yang lulus dan bertugas di sana. Saya sepakat, untuk mencapai kemajuan suatu daerah memang perlu kerjasama dan kesadaran dari kita untuk saling bahu membahu.
Rumah Sakit Sehat Terpadu
Selanjutnya rombongan kami menyeberang ke arah kawasan Zona Madinah. Tujuan pertama kami ke rumah sakit Sehat Terpadu. Ini adalah rumah sakit yang tadinya cuma balai pengobatan yang diperuntukkan untuk kaum dhuafa. Sejalan dengan perkembangannya, layanan kesehatan cuma-cuma ini nyatanya harus melayani pasien yang membutuhkan pelayanan lebih spesifik. Sehingga inilah hasilnya, sebuah rumah sakit grade C yang menjadi pilihan utama bagi masyarakat sekitar. Jadi kalau pasien membutuhkan pelayanan maksimal RSST akan mengeluarkan surat rujukan untuk di gunakan di rumah sakit yang sudah ditunjuk.
Oh ya, meskipun diprioritaskan bagi kaum dhuafa tapi rumah sakit ini juga menerima pasien pemilik BPJS dan masyarakat umum. Bahkan, di sini juga menerima pasien yang berasal dari pencari suaka. Syaratnya hanya menunjukkan kartu dari UNHCR saja.
So far, sepanjang pengamatan saya, rumah sakit sehat Terpadu bernuansa eco-green. Banyak ruangan tanpa sekat tapi tidak terkesan panas. Di kanan kiri berdiri kokoh pohon-pohon besar yang menaungi dan tanaman-tanaman hijau di sekelilingnya. Sirkulasi udara jadi mengalir dari mana-mana. Tidak ada bau khas rumah sakit yang suka bikin mual. Mungkin, karena itulah dinamakan Rumah Sakit Sehat Terpadu. Biar Sehat terpadu terusss. Aamiin 😍
Saya menyempatkan menengok beberapa fasilitas layanan misalnya ruang operasi. Tampak dari depan pintu tertera beberapa nama. Rupanya ini adalah nama-nama wakif di Dompet Dhuafa untuk membangun bangunan ruang dan segala isi fasilitasnya. Paham kan sekarang dana wakaf produktif diperuntukkan untuk apa?
RS Qatar Charity
Selanjutnya saya dan rombongan diajak melihat 'big things' di bagian belakang gedung rumah sakit Sehat Terpadu. Melewati lorong-lorong rumah sakit yang berciri khas banyak pilar putihnya ini kami diajak menuju gedung rumah sakit baru yang belum beroperasi yaitu RS Qatar Charity.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit berbasis wakaf ke enam yang dikelola Dompet Dhuafa. Sesuai dengan namanya maka seluruh biaya pembangunan, peralatan hingga pelayanan berasal dari wakif di Qatar yang telah mewakafkan dananya untuk pembangunan fasilitas kesehatan di Indonesia.
Tadinya, menurut penjelasan pak Yusuf, staf yang mendampingi, bangunan tiga lantai rumah sakit ini dipersembahkan para wakif dari Qatar untuk marbot masjid seIndonesia yang membutuhkan layanan spesifik. Kita tau, kan, dalam menjalankan profesi mulianya ini, jasa mereka digaji dengan dana kenclengan jamaah yang dikumpulkan pada waktu-waktu tertentu. Jika hanya mengejar dunia saja, saya yakin tidak ada orang yang mau menggeluti profesi ini.
Pun orang-orang yang berprofesi sebagai ustad dan ustadzah di Rumah Sakit Sehat Terpadu. Tanpa kenal lelah mereka berkeliling mengunjungi pasien-pasien yang terutama kondisinya kritis. Mereka memberi pendampingan agar pasien ikhlas dan sabar menghadapi rasa sakitnya.
Kalau masih bisa berkomunikasi, pak ustad dan bu ustadzah tak henti mengajarkan sholat dan berdoa bagi orang sakit yang mungkin saja terlupakan karena rasa sakitnya ini. Sementara bagi orang menghadapi sakratul maut, pak ustad dan bu ustadzah terus mendampingi dan membacakan lantunan ayat suci Al Quran bersama keluarga. Agar ketika waktunya tiba, Insha Allah ia pergi dalam keadaan husnul khotimah.
Subhanallah, tanggung jawab Dompet Dhuafa sampai sejauh ini rupanya ya. Tenggorokan saya tercekat. Tak henti saya membayangkan kalau ada di posisi tersebut, apa 'tabungan' yang saya bawa ketika menghadap illahi nanti.
Teman-teman, sejatinya harta yang dicari semua akan sirna, tapi harta yang diwakafkanlah salah satunya yang akan terus mengalirkan pahala sepanjang masa. Saya merasakan langsung bagaimana potensi wakaf rupanya sangat besar dan bila dikelola dengan baik dapat memberi manfaat bagi masyarakat meskipun pewakif sudah menjadi tulang belulang di alam kuburnya.
Wake up, Wakaf!!! Tak perlu nunggu kaya untuk berwakaf rupanya. Mulai dari uang seberapapun yang kita punya ayo segerakan berwakaf untuk meraih pahala sepanjang masa. Mari kita galang dana wakaf semaksimal mungkin untuk membangun proyek-proyek strategis berbasis wakaf seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baru saya kunjungi ini. Karena wakaf memilki kekuatan yang sangat dahsyat dalam mengentaskan kemiskinan dan memajukan sebuah bangsa. Dan jangan lupa, pilih nazhir yang profesional. Karena kompetensi nazhir menjadi kunci agar dana wakaf kita bisa berfungsi secara maksimal untuk mengentaskan kemiskinan dan memajukan perekonomian.
Setelah mengikuti kegiatan Dompet Dhuafa tercetuslah Gaspoler yakni Gerakan Wakaf Sepuluh Ribu dari Blogger. Bismillah 😊 |
Pengertian Wakaf
Dalam sambutannya, bapak Bobby P. Manulang - GM. Wakaf Dompet Dhuafa menyampaikan bahwa sebagian besar masyarakat masih mengira wakaf adalah bentuk ibadahnya orang-orang tajir melintir. Makanya, lahan wakaf umumnya digunakan untuk 3M saja ; Makam, Masjid dan Madrasah.
Padahal itu salah besar! Tidak harus punya lahan luas dulu untuk bisa berwakaf. Uang juga bisa diwakafkan. Tidak harus nunggu kaya dulu, gaesss.
|
"Ayo kita bayangkan, kalau yang duduk di sini menyisihkan masing-masing sepuluh ribu rupiah untuk berwakaf, setiap bulan dikumpulkan, maka akhir tahun sudah berapa yang terkumpul?" tanya pak Bobby.
Misalnya ada 50 orang x Rp 10.000 = Rp 500.000 x 12 bulan = Rp 6.000.000
atau 50 orang x Rp 50.000 = Rp 2.500.000 x 12 bulan = Rp 30.000.000
Ini yang dihitung baru saya dan teman-teman semua yang hadir, lho. Bagaimana kalau 3 juta umat Islam di Indonesia yang berpenghasilan 1 - 2 juta perbulannya mengeluarkan wakaf uang 10 ribu perbulan. Terkumpul potensi wakaf senilai 360 Milyar per tahun!!!
Subhanallah.
kopi susu, tomat, lemon dan beras ini adalah contoh pemberdayaan wakaf produktif yang dikelola Dompet Dhuafa berbasis ekonomi |
Saya semakin merinding membayangkan cerita pak Bobby yang menceritakan konsep wakaf rupanya dapat berkontribusi pada pembangunan. Wakif itu bernama Ustman Bin Affan, seorang sahabat Rasulullah SAW yang dikenal dermawan. Kalau teman-teman berkunjung ke Madinnah, di sana ada hotel dan masjid Ustman bin Affan yang mewah dan berstandar internasional yang dikelola Sheraton. Hotel ini dibangun dari rekening tabungan beliau yang sudah berusia kurang lebih 1.400 tahun. Berawal dari wakaf sumur dengan sistem sewa saja kekayaan Ustman yang dikelola oleh Kementerian Wakaf terus bertambah-tambah sampai sekarang.
Hmmm, siapa yang tidak ingin seperti beliau, ya? Fisiknya sudah tidak ada tapi nama dan jasanya selalu disebut sepanjang masa. Amalan wakafnya terus mengalir sampai sekarang.
Lantas pertanyaannya, di tengah rentannya kepercayaan terhadap amanah, siapa dong yang bisa dipercaya dan juga profesional untuk mengelola dana wakaf kita? Ini sekedar untuk memastikan saja kalau nilai harta wakaf kita tetap terjaga dan hasil usaha wakaf terus memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya penerima wakaf.
Dompet Dhuafa
Nah, Dompet Dhuafa adalah organisasi nirlaba terkemuka di Indonesia sebagai nazhir wakaf yang dapat dipercaya. Lembaga ini bersifat independen. Seluruh dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Sakaf) yang dihimpunnya dikelola dengan profesional. Tak heran kalau Badan Zakat Nasional memberikan penghargaan pada Dompet Dhuafa sebagai lembaga dengan administrasi dan pengoperasian dana terbaik.
Sejak dikukuhkan sebagai nazhir wakaf pada 16 Juni 2004 hingga saat ini Wakaf Dompet Dhuafa sudah memiliki beberapa asset produktif seperti rumah sakit, sekolah, kebun dan masjid. Semua asset wakaf dikelola secara produktif dan surplus wakafnya digunakan untuk penerima manfaat yakni kaum dhuafa juga anak-anak yatim. No tipu-tipu ya gaess.
Untuk membuktikannya selanjutnya saya dan teman-teman diajak berkeliling. Ada dua fasilitas pendidikan dan kesehatan yang kami kunjungi, letaknya berseberangan saja dari jalan raya Parung.
Saya masuk ke kelompok satu dan dipandu kang Didin. Tujuan pertama kami ke Bumi Pengembangan Insani. Ini adalah fasilitas pendidikan yang dikelola Dompet Dhuafa yang mempunyai beberapa program pendidikan seperti sekolah SMART Ekselensia Indonesia, Beastudi ETOS, Pusat Pembelajaran dan SGI atau Sekolah Guru Indonesia.
Sekolah SMART Ekselensia
Ini merupakan sekolah menengah akselerasi yang diinisiasi Dompet Dhuafa yang diperuntukkan untuk anak-anak Indonesia yang mempunyai tingkat intelegensi di atas rata-rata namun mempunyai keterbatasan biaya. Jenjang pendidikan ditempuh selama lima tahun dimulai dari kelas 7 SMP.
Saya dan teman-teman, setelah meminta izin kepada guru kelasnya - sempat memasuki salah satu ruang kelas yang semuanya lelaki. Waah rupanya di sini memang hanya menerima siswa lelaki saja. Mereka belajar seperti peserta didik pada umumnya dari Senin - Jumat dari jam 07.00 - 15.00. Sistem belajarnya moving class. Jadi siswa belajar pada ruangan yang berbeda sesuai dengan mata pelajarannya.
Selain dilatih memiliki kepribadian islam yang berprestasi dan berdaya guna, tak hanya belajar dan beribadah setiap siswa di sekolah ini juga dapat mengikuti kegiatan sesuai hobbinya. Ada perpustakaan, ruang music, lapangan sepakbola dan lapangan futsal. Menariknya, untuk melatih kemandirian setiap siswa juga diajari menjahit dan memotong rambut di ruang taylor dan barbershop.
Menurut Kang Didin, setiap siswa juga diberikan uang saku perbulan yang bisa dipergunakan untuk membelanjakan keperluan mereka. Waah sepertinya asik sekali ya bisa bersekolah di sini. Sudah biayanya gratis masih dikasih uang saku pula. Eitt, tapi jangan salah, selain harus berasal dari kaum marjinal, persyaratan lainnya adalah wajib test baca Al Quran.
Sehingga tidak salah deh kalau sekolah ini telah melahirkan berbagai prestasi yang bikin saya berdecak kagum. 100% lulusannya diterima di perguruan tinggi negeri terakreditasi A seperti ITB. UI, UGM, UNPAD, USU, UNAND, UNDIP, UNIBRAW, UNAIR dan lainnya. Selain itu berbagai piala kemenangan dari berbagai olimpiade baik tingkat kabupaten, provinsi hingga nasional memenuhi deretan lemari selasar sekolah. Kereeeeennn
Sekolah Guru Indonesia
Ini adalah salah satu jejaring divisi pendidikan Dompet Dhuafa yang memfasilitasi tenaga relawan untuk mengabdikan diri di daerah 3T, Tertinggal, Terluar dan Terdepan di Indonesia. Kita ketahui, yang namanya daerah 3T sebagian besar daerahnya menjadi gerbang tapal batas antar negara, sehingga pertumbuhan pembangunannya berlangsung lambat.
Alhamdulillah, sampai saat ini sudah ada enam angkatan yang lulus dan bertugas di sana. Saya sepakat, untuk mencapai kemajuan suatu daerah memang perlu kerjasama dan kesadaran dari kita untuk saling bahu membahu.
Rumah Sakit Sehat Terpadu
Selanjutnya rombongan kami menyeberang ke arah kawasan Zona Madinah. Tujuan pertama kami ke rumah sakit Sehat Terpadu. Ini adalah rumah sakit yang tadinya cuma balai pengobatan yang diperuntukkan untuk kaum dhuafa. Sejalan dengan perkembangannya, layanan kesehatan cuma-cuma ini nyatanya harus melayani pasien yang membutuhkan pelayanan lebih spesifik. Sehingga inilah hasilnya, sebuah rumah sakit grade C yang menjadi pilihan utama bagi masyarakat sekitar. Jadi kalau pasien membutuhkan pelayanan maksimal RSST akan mengeluarkan surat rujukan untuk di gunakan di rumah sakit yang sudah ditunjuk.
Oh ya, meskipun diprioritaskan bagi kaum dhuafa tapi rumah sakit ini juga menerima pasien pemilik BPJS dan masyarakat umum. Bahkan, di sini juga menerima pasien yang berasal dari pencari suaka. Syaratnya hanya menunjukkan kartu dari UNHCR saja.

So far, sepanjang pengamatan saya, rumah sakit sehat Terpadu bernuansa eco-green. Banyak ruangan tanpa sekat tapi tidak terkesan panas. Di kanan kiri berdiri kokoh pohon-pohon besar yang menaungi dan tanaman-tanaman hijau di sekelilingnya. Sirkulasi udara jadi mengalir dari mana-mana. Tidak ada bau khas rumah sakit yang suka bikin mual. Mungkin, karena itulah dinamakan Rumah Sakit Sehat Terpadu. Biar Sehat terpadu terusss. Aamiin 😍
Saya menyempatkan menengok beberapa fasilitas layanan misalnya ruang operasi. Tampak dari depan pintu tertera beberapa nama. Rupanya ini adalah nama-nama wakif di Dompet Dhuafa untuk membangun bangunan ruang dan segala isi fasilitasnya. Paham kan sekarang dana wakaf produktif diperuntukkan untuk apa?
RS Qatar Charity
Selanjutnya saya dan rombongan diajak melihat 'big things' di bagian belakang gedung rumah sakit Sehat Terpadu. Melewati lorong-lorong rumah sakit yang berciri khas banyak pilar putihnya ini kami diajak menuju gedung rumah sakit baru yang belum beroperasi yaitu RS Qatar Charity.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit berbasis wakaf ke enam yang dikelola Dompet Dhuafa. Sesuai dengan namanya maka seluruh biaya pembangunan, peralatan hingga pelayanan berasal dari wakif di Qatar yang telah mewakafkan dananya untuk pembangunan fasilitas kesehatan di Indonesia.
Tadinya, menurut penjelasan pak Yusuf, staf yang mendampingi, bangunan tiga lantai rumah sakit ini dipersembahkan para wakif dari Qatar untuk marbot masjid seIndonesia yang membutuhkan layanan spesifik. Kita tau, kan, dalam menjalankan profesi mulianya ini, jasa mereka digaji dengan dana kenclengan jamaah yang dikumpulkan pada waktu-waktu tertentu. Jika hanya mengejar dunia saja, saya yakin tidak ada orang yang mau menggeluti profesi ini.
Pun orang-orang yang berprofesi sebagai ustad dan ustadzah di Rumah Sakit Sehat Terpadu. Tanpa kenal lelah mereka berkeliling mengunjungi pasien-pasien yang terutama kondisinya kritis. Mereka memberi pendampingan agar pasien ikhlas dan sabar menghadapi rasa sakitnya.
Kalau masih bisa berkomunikasi, pak ustad dan bu ustadzah tak henti mengajarkan sholat dan berdoa bagi orang sakit yang mungkin saja terlupakan karena rasa sakitnya ini. Sementara bagi orang menghadapi sakratul maut, pak ustad dan bu ustadzah terus mendampingi dan membacakan lantunan ayat suci Al Quran bersama keluarga. Agar ketika waktunya tiba, Insha Allah ia pergi dalam keadaan husnul khotimah.
Subhanallah, tanggung jawab Dompet Dhuafa sampai sejauh ini rupanya ya. Tenggorokan saya tercekat. Tak henti saya membayangkan kalau ada di posisi tersebut, apa 'tabungan' yang saya bawa ketika menghadap illahi nanti.
Teman-teman, sejatinya harta yang dicari semua akan sirna, tapi harta yang diwakafkanlah salah satunya yang akan terus mengalirkan pahala sepanjang masa. Saya merasakan langsung bagaimana potensi wakaf rupanya sangat besar dan bila dikelola dengan baik dapat memberi manfaat bagi masyarakat meskipun pewakif sudah menjadi tulang belulang di alam kuburnya.
Wake up, Wakaf!!! Tak perlu nunggu kaya untuk berwakaf rupanya. Mulai dari uang seberapapun yang kita punya ayo segerakan berwakaf untuk meraih pahala sepanjang masa. Mari kita galang dana wakaf semaksimal mungkin untuk membangun proyek-proyek strategis berbasis wakaf seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan yang baru saya kunjungi ini. Karena wakaf memilki kekuatan yang sangat dahsyat dalam mengentaskan kemiskinan dan memajukan sebuah bangsa. Dan jangan lupa, pilih nazhir yang profesional. Karena kompetensi nazhir menjadi kunci agar dana wakaf kita bisa berfungsi secara maksimal untuk mengentaskan kemiskinan dan memajukan perekonomian.
"Belum sempurna imanmu sebelum menginfakkan harta yang kau cintai," Al - Imran : 92
Tidak ada komentar