Teman-teman, adakah yang pernah nonton penampilan Kodi Lee di Audisi America Got Talent 2019 beberapa waktu lalu? Dia adalah lelaki berusia 23 tahun yang pandai bermain piano dan menyanyi. Lantas apa yang membuat penampilannya spesial? Dia tuna netra yang juga penyandang autis, lho.
Ckckckcckk. Ini menjadi bukti. Dengan segala keterbatasannya rupanya dia mampu melakukan apa yang belum tentu bisa dilakukan orang normal sekalipun. Salut buat orang tuanya yang jeli melihat bakat dan minat Kodi hingga men-supportnya sampai di titik ini. Tahu kan, effort menuntun anak dengan autis pasti beratnya berpuluh kali lebih sulit dibandingkan menuntun anak normal.
Autis atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan otak yang mempengaruhi kemampuan penyintasnya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Biasanya ASD ditemukan di tahun-tahun pertama anak dan berlangsung hingga remaja bahkan dewasa. Sampai sekarang penyebab autis belum diketahui secara pasti. Akan tetapi gejalanya begitu mudah dikenali. Ekspresi wajahnya datar, tidak menggunakan bahasa tubuh, jarang memulai komunikasi, tidak meniru aksi atau suara, bicara sedikit atau tidak sama sekali, membeo kata, intonasi bicara aneh, tampak tidak mengerti kata dan menggunakan kata secara terbatas.
Fakta akan Autis sangat memprihatinkan. Menurut data WHO dari 160 anak di dunia setidaknya terdapat 1 anak dengan autisme. Data ini akan terus meningkat mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami cara mengenali anak dengan autis. Sebab itu, penanganan dan terapi yang sejatinya dapat diberikan sejak dini jadi tertunda lama.
Terkait dengan support, sebagai orang tua dengan anak yang pernah menjalani terapi autis selama beberapa tahun, dalam press conference, 20 November 2019 lalu di Teamlab Future Park, Gandaria City, Jakarta Selatan, Dian Sastro berpesan, "ga usah merasa malu dan minder dengan kondisi yang ada. Stop denial. Dengan menerima kondisi anak, kita akan lebih mudah mendapatkan informasi autis dan penanganan yang tepat."
Anak pertama Dian sempat menjalani terapi autis selama beberapa tahun. Sebelumnya, Dian bahkan sempat berkunjung ke tiga dokter untuk memastikan benar tidaknya anaknya menderita autis. Alhamdulillah, kini anak pertama Dian tumbuh normal seperti anak normal seusianya. Berkaca dari sad moment ini, dian bersama teamlab Future Park berkolaborasi untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya seni bagi tumbuh kembang anak dengan autisme.
Mengapa seni?
Nuryanti Yamin - Ortopedagog dan Co-Founder Drisana Center mengatakan, "meskipun gejala ASD kerap ditemui pada masa kanak-kanak tapi hanya sebagian kecil anak dengan autis yang dapat hidup mandiri hingga dewasa. Mayoritas anak dengan autis memiliki kesulitan komunikasi dan bahasa tingkat parah, sehingga membutuhkan dukungan dan perawatan seumur hidup."
Oleh karena itu intervensi sejak dini sangat penting dilakukan untuk mendorong tumbuh kembang anak dengan autis yang optimal. Salah satu cara yang paling efektif adalah kegiatan seni yakni menggambar dan mewarnai. Manfaatnya :
1. Dapat digunakan untuk membantu masalah pemrosesan sensorik seperti taktil (peraba) dan visual (penglihatan),
2. Meningkatkan keterampilan motorik halus,
3. Sosial emosional seperti regulasi diri, memahami kapan harus bertindak atau tidak, dan kapan menuangkan ide,
4. Membantu anak menuangkan ide atau berekpresi sesuai dengan kesukaannya. Ini membantu anak untuk menyelesaikan konflik yang tidak dapat diungkapkan secara verbal,
5. Dengan seni anak dengan autis mampu diarahkan, meningkatkan kesadaran dan mengurangi stress,
6. Konsentrasi menuntaskan pekerjaan dan mengasah kemampuannya berpikir secara simbolis,
7. Seni diketahui dapat menawarkan komunikasi visual,
8. Seni juga dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenali dan merespon ekspresi wajah.
Untuk membantu tumbuh kembang anak dengan autis yang optimal, teamlab Future Park, pameran seni digital yang berlangsung di Gandaria City, Jakarta Selatan menghadirkan ruang untuk berimajinasi dan mengeskpresikan diri bagi seluruh pengujung yang datang, termasuk pengunjung anak dengan autis. Kebetulan saya belum pernah masuk, jadi bener-bener norak deh menyusuri lima instalasi digital yang berbeda.
1. Animals of flowers, Symbiotic Lives. Di sini saya dan teman-teman diajak melihat berbagai binatang yang terbuat dari bunga dan tumbuhan. Mulai dari gajah, singa, beruang hingga harimau, satu-satu akan lewat di dinding. Kalau kita sentuh mereka akan buyar seketika menjadi tebaran bunga-bunga nan cantik.
2. Graffiti Nature : Lost, immersed and reborn. Di sini saya dan teman-teman diajak menggambar mahluk hidup yang akan 'hidup' bila memakan binatang lain. Jumlahnya akan terus bertambah. Kalau tidak ada yang makan atau dimakan dia akan mati dan sirna. Cobain deh sendiri waktu berdiri diam maka bunga-bunga akan bermekaran di kaki kita. Tapi kalau kita bergerak dan berjalan, bunga-bunga itu akan berpencaran.
3. Sliding Through the fruit field. Di sini saya dan teman-teman diajak main perosotan. Ada berbagai jenis buah dan bunga yang tumbuh di papan seluncuran besar yang muat untuk lima orang ini. Oh iya, jangan lupa, sebelum meluncur kaki kita digesekkan ke kanan kiri, ya. Biar makin banyak bunga dan buah yang bermunculan di papan seluncur kan ceritanya kita jadi sinar matahari hahaha... Seru banget. Di sini saya sampai naik 7 kali. Kalau ga ditarik keluar sama Indri dan mba Alia saya bakal masih betah deh ahahaha...
4. Sketch Aquarium. Di sini saya dan teman-teman diajak untuk menggambar dan mewarnai biota laut. Setelah jadi, hasil karya kita jangan lupa diberi nama, ya. Karena setelah discan biota laut ciptaan kita akan muncul di aquarium digital dan bisa berenang serta bereaksi terhadap sentuhan.
5. Light Ball Orchestra, di sini saya dan teman-teman diajak bermain dengan bola-bola besar yang memiliki cahaya dan bunyi serta suara. Kalau disentuh bersamaan dan bergantian, bola-bola ini bisa menimbulkan harmonisasi nada indah.
Untuk menikmati seluruh instlasi digital ini setiap pengunjug harus membeli tiket dulu. Harganya Rp 150 ribu untuk Senin - Jumat dan Rp 175 ribu untuk Sabtu - Minggu. Pengunjung juga bisa ikut berdonasi untuk sekolah Drisana dengan membeli tanda mata edisi khusus karya Dian Sastro dan karya anak dengan autis Prinka Dipa dan Nindhita.
Adapun tanda mata ini dijual seharga Rp 199.000 per buah mulai dari 20 November 2019 (bertepatan dengan peringatan hari anak sedunia) hingga 20 Desember 2019 mendatang. Menariknya, karya seni anak dengan autis yang diaplikasikan menjadi kaos dan totte bag ini mayoritas bergambar monster. Pemilihan warnanya berani. Bagus bangettt...
Menurut Mervi Sumali - Chief Executive SGE Live (promotor SGE Live), "pengunjung dapat berpartisipasi memberikan donasi serta memperoleh dua tandamata secara pre-order. Syaratnya, beli dua tiket 'teamlab Future Park and Animals of Flowers, Symbiotic Lives'
Seluruh donasi akan disalurkan untuk sekolah Drisana. Sekolah ini adalah sekolah khusus anak dengan autis yang sebagian besarnya muridnya berasal dari keluarga tidak mampu. Sekolah Drisana awalnya berdiri tahun 2014 dengan nama sekolah Keana. Namun karena ada keterbatasan biaya, sekolah Keana tergusur pada awal tahun 2019 dan kini berubah nama menjadi sekolah Drisana.
Sekolah Drisana berada di Pondok Labu, Jakarta Selatan dengan fasilitas belajar mengajar yang masih sangat minim. Sekarang ini jumlah muridnya ada 9 dengan tenaga pengajar berjumlah 4 orang yang bergiliran menggunakan kelas setiap harinya. "Kami berharap melalui hasil penggalangan donasi oleh SGE Live dan Dian Sastro kami dapat meningkatkan sarana dan prasarana belajar di sekolah Drisana sehingga anak-anak dapat belajar lebih nyaman dan menyenangkan," harap Zavnura Pingkan - pendiri sekolah Drisana.
Anak dengan autis sejatinya sama seperti anak normal lainnya. Mereka juga butuh kasih sayang dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Namun sayangnya, anak dengan autis kerap dipandang sebelah mata, karena ketidakmampuannya mengekspresikan emosinya seperti anak normal.
Meskipun begitu, anak dengan autis dapat berangsur-angsur membaik jika ditangani sejak dini. Peran orang-orang di sekitarnyalah yang menjadi kunci untuk memperoleh masa depannya yang lebih baik, mulai dari orang tua, sekolah dan kegiatan positif disertai sarana belajar yang mendukung. Semoga harapan Dian Sastro dan SGE Live dapat terwujud, ya, aamin.
Anak pertama Dian sempat menjalani terapi autis selama beberapa tahun. Sebelumnya, Dian bahkan sempat berkunjung ke tiga dokter untuk memastikan benar tidaknya anaknya menderita autis. Alhamdulillah, kini anak pertama Dian tumbuh normal seperti anak normal seusianya. Berkaca dari sad moment ini, dian bersama teamlab Future Park berkolaborasi untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya seni bagi tumbuh kembang anak dengan autisme.
Mengapa seni?
Nuryanti Yamin - Ortopedagog dan Co-Founder Drisana Center mengatakan, "meskipun gejala ASD kerap ditemui pada masa kanak-kanak tapi hanya sebagian kecil anak dengan autis yang dapat hidup mandiri hingga dewasa. Mayoritas anak dengan autis memiliki kesulitan komunikasi dan bahasa tingkat parah, sehingga membutuhkan dukungan dan perawatan seumur hidup."
Oleh karena itu intervensi sejak dini sangat penting dilakukan untuk mendorong tumbuh kembang anak dengan autis yang optimal. Salah satu cara yang paling efektif adalah kegiatan seni yakni menggambar dan mewarnai. Manfaatnya :
1. Dapat digunakan untuk membantu masalah pemrosesan sensorik seperti taktil (peraba) dan visual (penglihatan),
2. Meningkatkan keterampilan motorik halus,
3. Sosial emosional seperti regulasi diri, memahami kapan harus bertindak atau tidak, dan kapan menuangkan ide,
4. Membantu anak menuangkan ide atau berekpresi sesuai dengan kesukaannya. Ini membantu anak untuk menyelesaikan konflik yang tidak dapat diungkapkan secara verbal,
5. Dengan seni anak dengan autis mampu diarahkan, meningkatkan kesadaran dan mengurangi stress,
6. Konsentrasi menuntaskan pekerjaan dan mengasah kemampuannya berpikir secara simbolis,
7. Seni diketahui dapat menawarkan komunikasi visual,
8. Seni juga dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenali dan merespon ekspresi wajah.
Untuk membantu tumbuh kembang anak dengan autis yang optimal, teamlab Future Park, pameran seni digital yang berlangsung di Gandaria City, Jakarta Selatan menghadirkan ruang untuk berimajinasi dan mengeskpresikan diri bagi seluruh pengujung yang datang, termasuk pengunjung anak dengan autis. Kebetulan saya belum pernah masuk, jadi bener-bener norak deh menyusuri lima instalasi digital yang berbeda.
1. Animals of flowers, Symbiotic Lives. Di sini saya dan teman-teman diajak melihat berbagai binatang yang terbuat dari bunga dan tumbuhan. Mulai dari gajah, singa, beruang hingga harimau, satu-satu akan lewat di dinding. Kalau kita sentuh mereka akan buyar seketika menjadi tebaran bunga-bunga nan cantik.
2. Graffiti Nature : Lost, immersed and reborn. Di sini saya dan teman-teman diajak menggambar mahluk hidup yang akan 'hidup' bila memakan binatang lain. Jumlahnya akan terus bertambah. Kalau tidak ada yang makan atau dimakan dia akan mati dan sirna. Cobain deh sendiri waktu berdiri diam maka bunga-bunga akan bermekaran di kaki kita. Tapi kalau kita bergerak dan berjalan, bunga-bunga itu akan berpencaran.
3. Sliding Through the fruit field. Di sini saya dan teman-teman diajak main perosotan. Ada berbagai jenis buah dan bunga yang tumbuh di papan seluncuran besar yang muat untuk lima orang ini. Oh iya, jangan lupa, sebelum meluncur kaki kita digesekkan ke kanan kiri, ya. Biar makin banyak bunga dan buah yang bermunculan di papan seluncur kan ceritanya kita jadi sinar matahari hahaha... Seru banget. Di sini saya sampai naik 7 kali. Kalau ga ditarik keluar sama Indri dan mba Alia saya bakal masih betah deh ahahaha...
4. Sketch Aquarium. Di sini saya dan teman-teman diajak untuk menggambar dan mewarnai biota laut. Setelah jadi, hasil karya kita jangan lupa diberi nama, ya. Karena setelah discan biota laut ciptaan kita akan muncul di aquarium digital dan bisa berenang serta bereaksi terhadap sentuhan.
5. Light Ball Orchestra, di sini saya dan teman-teman diajak bermain dengan bola-bola besar yang memiliki cahaya dan bunyi serta suara. Kalau disentuh bersamaan dan bergantian, bola-bola ini bisa menimbulkan harmonisasi nada indah.
Untuk menikmati seluruh instlasi digital ini setiap pengunjug harus membeli tiket dulu. Harganya Rp 150 ribu untuk Senin - Jumat dan Rp 175 ribu untuk Sabtu - Minggu. Pengunjung juga bisa ikut berdonasi untuk sekolah Drisana dengan membeli tanda mata edisi khusus karya Dian Sastro dan karya anak dengan autis Prinka Dipa dan Nindhita.
Adapun tanda mata ini dijual seharga Rp 199.000 per buah mulai dari 20 November 2019 (bertepatan dengan peringatan hari anak sedunia) hingga 20 Desember 2019 mendatang. Menariknya, karya seni anak dengan autis yang diaplikasikan menjadi kaos dan totte bag ini mayoritas bergambar monster. Pemilihan warnanya berani. Bagus bangettt...
Menurut Mervi Sumali - Chief Executive SGE Live (promotor SGE Live), "pengunjung dapat berpartisipasi memberikan donasi serta memperoleh dua tandamata secara pre-order. Syaratnya, beli dua tiket 'teamlab Future Park and Animals of Flowers, Symbiotic Lives'
Seluruh donasi akan disalurkan untuk sekolah Drisana. Sekolah ini adalah sekolah khusus anak dengan autis yang sebagian besarnya muridnya berasal dari keluarga tidak mampu. Sekolah Drisana awalnya berdiri tahun 2014 dengan nama sekolah Keana. Namun karena ada keterbatasan biaya, sekolah Keana tergusur pada awal tahun 2019 dan kini berubah nama menjadi sekolah Drisana.
Sekolah Drisana berada di Pondok Labu, Jakarta Selatan dengan fasilitas belajar mengajar yang masih sangat minim. Sekarang ini jumlah muridnya ada 9 dengan tenaga pengajar berjumlah 4 orang yang bergiliran menggunakan kelas setiap harinya. "Kami berharap melalui hasil penggalangan donasi oleh SGE Live dan Dian Sastro kami dapat meningkatkan sarana dan prasarana belajar di sekolah Drisana sehingga anak-anak dapat belajar lebih nyaman dan menyenangkan," harap Zavnura Pingkan - pendiri sekolah Drisana.
Anak dengan autis sejatinya sama seperti anak normal lainnya. Mereka juga butuh kasih sayang dan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Namun sayangnya, anak dengan autis kerap dipandang sebelah mata, karena ketidakmampuannya mengekspresikan emosinya seperti anak normal.
Meskipun begitu, anak dengan autis dapat berangsur-angsur membaik jika ditangani sejak dini. Peran orang-orang di sekitarnyalah yang menjadi kunci untuk memperoleh masa depannya yang lebih baik, mulai dari orang tua, sekolah dan kegiatan positif disertai sarana belajar yang mendukung. Semoga harapan Dian Sastro dan SGE Live dapat terwujud, ya, aamin.
Tidak ada komentar