Suasana pagi di sekitar Gedung Pancasila pada 29 November 2019 silam tampak berbeda. Selain teman-teman Blogger ada beberapa wajah yang saya kenal di media sosial sudah ramai memenuhi lokasi. Ada yang foto-foto, ada yang ngecas hape di pojokan dan di setiap sudut ada juga yang asik ngobrol. Ayo tebak, mau pada ngapain, ya?
Rupanya, ada tour ekslusif Gedung Pancasila yang diselenggarakan Kemenlu RI, gaess! Kenapa disebut ekslusif, karena gedung Pancasila merupakan bangunan kokoh dengan pilar-pilar besar yang menjadi saksi sejarah Indonesia. Rumah yang awalnya adalah milik panglima angkatan perang Kerajaan Belanda berkebangsaaan Jerman kini dialihfungsikan menjadi salah satu gedung Kemenlu RI. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa berkunjung ke sini. Kata mas Fatih, salah seorang Diplomat yang menyambut kedatangan saya, "nah, jadi ibu dan tamu yang datang hari ini adalah tamu kehormatan kami."
Wowowowowowwww..
Tour Ekslusif ini rupanya juga diikuti dua pemenang kuis di akun Instagram Kemlu_ri. Mereka terpilih atas saran dan tanggapan mengenai keanggotaan Indonesia dalam Dewan Keamanan PBB. Selamat ya, saya salut deh dengan wawasannya. Sepertinya prestasi membanggakan ini nyaris ga terdengar gaungnya. Padahal di mata internasional, nama Indonesia justru jadi perbincangan hangat.
Untuk itu, rencananya setelah tour, agenda kami selanjutnya adalah berbincang-bincang santai mengenai Dewan Keamanan PBB. Hmmm, can't wait!
Menelisik Gedung Pancasila
Tapi sebelum itu, saya mau cerita dulu seputar kegiatan tour esklusif Gedung Pancasila. Seperti tadi sudah saya jelaskan, Gedung Pancasila merupakan salah satu saksi sejarah Indonesia. Di sinilah terdapat kenyataan ketika para pemimpin bangsa sepakat mengambil keputusan penting yang menentukan dasar negara kita yakni Pancasila.
Sekarang gedung Pancasila yang berada di jalan Pejambon no. 6, Jakarta Pusat menjadi kantor Departemen Luar negeri yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan internasional. Misalnya untuk resepsi menghormati kunjungan tamu negara ke Indonesia, untuk penandatanganan perjanjian dengan negara-negara asing, untuk pertemuan bilateral menyambut kunjungan para menteri luar negeri negara sahabat dan untuk resepsi jamuan makan yang resmi maupun casual.
Tour diawali dengan memasuki :
1. Lobby dan meja registrasi. Di sini tamu negara akan mengisi buku tamu sebelum diarahkan memasuki ruang rapat.
2. Di bagian kanan ada ruang tête-à-tête yang menyatu dengan ruang kerja Menteri. Ruang rapat ini semacam ruang tamu dengan formasi kursi satu banding empat yang diatur berhadapan. Empat kursi ini digunakan untuk para pendamping dari tamu negara.
3. Di seberang ruang tête-à-tête ada ruang Coklat. Ruang ini terdiri dari sofa untuk ruang tamu yang menyatu dengan ruang rapat besar. Mejanya panjang. Katanya, lempengan mejanya terbuat dari satu pohon utuh. So far, furniturenya tampak sederhana. Seperti kursi makan biasa aja. Menariknya, di bagian tengah ada satu kursi yang ada sandaran tangannya yang diatur berhadapan. Rupanya ini adalah kursi Menteri dan pejabat tertinggi yang berkunjung.
Sebagai tuan rumah, posisi kita ada di bagian yang menghadap pintu. Kata mas Fatih yang menemani rombongan tour,"posisi duduknya menghadap pintu, maksudnya tak lain untuk menghormati tamu dengan menyambutnya seperti ini."
Ruangan dengan nuansa coklat dan gold ini menyiratkan kehangatan sekaligus kesederhanaan. Fakta bahwa ruang ini menjadi saksi atas hubungan baik kenegaraan dan deal-deal Indonesia dengan dunia internasional membuat hati saya bangga luar biasa menjadi orang Indonesia.
4. Flag Room. Ini adalah ruang terakhir yang paling saya suka. Saking luasnya ruang ini juga digunakan untuk resepsi perjamuan makan tamu-tamu kehormatan. Di setiap sudut dipancangkan bendera-bendera negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Wah, langsung deh saya tektokan mata dengan mbak Nuniek Utami. "Foto yuk?" 😍
Oh iya, di ruang ini jugalah, saya dan seluruh tamu kehormatan Kemenlu RI diajak seseruan oleh bu Menlu sekarang - Retno Marsudirini. Ini moment yang ga akan saya lupakan. Pertama, saya surprise banget melihat kedatangan bu Retno bertepatan dengan usainya tour ekslusif. Soalnya saya sempat blank mendadak. Ini beneran di depan saya sosok yang selama ini hanya dilihat di televisi? Ga ada di rundown acaranya soalnya hihihi..
Setelah beramah tamah, jantung saya kemudian melompat-lompat gembira diajak bu Menlu untuk joget lagu 'Salah Apa Aku' yang viral di media sosial itu lho. Begini liriknya :
... Entah apa yang merasukimuuu...
FYI, sampai beberapa hari ini saya masih belum bisa move on dengan moment ini. Apalagi videonya viral. Selain ditayangkan di televisi berulang kali juga dishare di berbagai media online. Timeline saya juga penuh dengan ucapan bernada envy dari teman-teman. Ada juga yang julid, sih. Tapi abaikan ajalah, kan mereka ga ada di tempat jadi ga tau maksud dan tujuan bu Retno bahwa joget adalah sebuah cara untuk berdiplomasi. Hah, piye maksudnya? 😉
Perdamaian melalui Diplomasi
Sebelum mengajak kami gembira berjoget bersama, bu Retno menjelaskan bahwa diplomasi adalah sebuah sebuah seni dan praktik bernegosiasi. Biasanya diplomasi dilakukan para diplomat negara dalam kaitannya dengan hubungan internasional.
Nah, ada sebuah cara diplomasi yang cukup mengena misalnya dengan menggunakan baju batik dalam sidang PBB, menyanyikan lagu kebangsaan atau berjoget dengan lagu yang mudah dimengerti seperti ini. Menurut bu Retno, dibandingkan lelaki, perempuan memiliki kelebihan dalam hal diplomasi. Untuk itu, bu Retno mengajak seluruh influencer yang hadir untuk berdiplomasi melalui perannya di lingkungan masing-masing.
Indonesia Untuk Dunia
Setelah pertemuan singkat dengan bu Menlu, beliau pamit untuk melanjutkan tugasnya dan kami pindah ke kantin Diplomasi. Inilah sesi bincang-bincang santai bertajuk 'Indonesia Untuk Dunia' yang saya tunggu. Sambil bersantap siang di bean chair dan diiringi musik dari Diplomat Band, sayup-sayup lagu Heal The World membuat suasana jadi makin santai. Saya dan teman-teman bahkan sampai diajak nyanyi bareng.
Sebagai narsum hadir Dirjen Kerjasama Multirateral Kementerian Luar Negeri RI - Bpk. Febrian Alphyanto Ruddyard dan salah satu pasukan pemelihara perdamaian PBB - Bpk. Rendra.
Dalam pemaparannya, Pak Febrian mengatakan kalau dress code batik dalam sidang DK PBB merupakan sebuah bentuk diplomasi. Diharapkan dengan dress code batik, penggunaan batik akan semakin populer. Seluruh dunia akan semakin mengenal batik yang saat ini telah diakui UNESCO sebagai warisan kebudayaan dunia. Mantappp!!!
Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB periode 2019 - 2020, bulan Mei lalu merupakan bulan istimewa. Pasalnya Indonesia mendapat giliran sebagai Presidensi DK PBB selama sebulan penuh. Nah apa aja isu-isu yang diangkat agar tercapainya perdamaian?
Selama sebulan penuh, selama menjadi Presidensi DK PBB, komitmen Indonesia tercermin dalam penyelenggaraan signature event yang memuat kegiatan berikut :
1. Sidang Terbuka mengenai misi pemeliharaan perdamaian PBB
2. Sidang Terbuka mengenai perlindungan warga sipil dalam konflik bersenjata
3. Diskusi informal mengenai Palestina
4. Pameran Foto
5. Resepsi diplomatik dan pertunjukan budaya
Secara keseluruhan Presidensi DK PBB Indonesia berlangsung lancar dan mendapat sambutan hangat dari delegasi lainnya. Tarian Saman Gayo Aceh menghadirkan suasana segar tersendiri dalam pertunjukan budaya. Pameran foto yang berlangsung di markas besar PBB, New York dan berlangsung selama dua minggu juga mampu menampilkan berbagai bentuk kontribusi Indonesia bagi perdamaian dunia, seperti foto-foto kerjasama pembangunan, kemajuan demokrasi, bantuan kemanusiaan dan peran perempuan sebagai agen perdamaian.
Ngomongin soal perempuan sebagai agen perdamaian, giliran pak Rendra mengisahkan pengalamannya selama menjadi pasukan pemelihara perdamaian Indonesia. FYI, negara kita dikenal sebagai pengirim peacekeepers terbanyak dalam misi perdamaian PBB pada bulan November 2018 lalu. Tercatat ada 3.545 personel termasuk diantaranya ada 94 personel perempuan yang tersebar bertugas di berbagai belahan dunia.
Dengan demikian, keinginan masuk sebagai 10 besar negara kontributor pasukan telah terpenuhi. Meskipun demikian Indonesia masih punya mimpi yakni meningkatkan peran dan jumlah peacekeeper perempuan dalam misi-misi PBB. Semoga mimpi ini terwujud, ya, aamiin.
Lantas seperti apa rasanya bekerja di PBB? Sebagai pasukan perdamaian yang dikirim Dewan Keamanan PBB Indonesia pak Rendra mengumpamakan kondisi pekerjaannya ga bisa disamakan seperti polisi atau tentara. Ada protokol-protokol yang harus dijaga diantaranya menghormati kedaulatan negara. Jadi ga mentang-mentang jadi polisi perdamaian setiap ada konflik langsung diberi sanksi.
Dalam video yang ditayangkan, saya dan teman-teman diajak melihat langsung FPU (Formed Police Unit) atau peacekeeper yang ditugaskan di MINUSCA atau Republik Afrika Tengah pada bulan Februari 2019 lalu. Selama 12 bulan FPU MINUSCA mendapat pelatihan kesehatan, psikologi, informasi dan teknologi, bahasa Inggris dan Prancis serta mengemudi dan menembak.
Bangga banget ya bahwa peacekeeper Indonesia selama ini telah mengharumkan nama bangsa di luar negeri. Well, kembali teringat pesan bu Retno untuk perempuan di manapun, yuk berkontribusi untuk menciptakan perdamaian di circle terdekat. Mulai aja dengan terus menyebarkan konten positif, gimana?
Karena perdamaian tidak datang sendiri, namun harus diperjuangkan, dibina dan dipertahankan. ~ Retno Marsudirini.
Tidak ada komentar