Teman-teman, kamu pernah ga ditatap orang dengan pandangan aneh kalau batuk-batuk atau bersin pas lagi di tempat umum, kaya di KRL atau di pasar? Eim, risih banget ya? Padahal batuknya itu bukan kena corona euyy, itu cuma keselek aja atau lagi kena asap atau debu jalanan, segitunya ih tatapannya yaa😅
Perubahan tren penyakit di masa pandemi begini memang mau ga mau membuat harus sadar akan ancaman bahaya kesehatan. Penyakit macam flu dan batuk menjadi ancaman penyakit yang dapat menulari orang lain dengan cepat. Untuk itu kita dihimbau untuk terus menerapkan physical distancing, menggunakan masker saat di tempat umum, rajin cuci tangan, pakai hand sanitizer dan membawa alat makan sendiri.
Berbagai upaya juga terus dilakukan pemerintah untuk mencegah berbagai resiko penyebaran penyakit menular, terutama Covit-19. Salah satunya adalah desinfeksi. Biasanya kalau teman-teman ke tempat umum disuruh masuk ke bilik desinfeksi, kan? Nah, proses desinfeksi ya kurang lebih seperti itu. Badan kita disemprot cairan desinfektan yang entah apa aja kandungannya. Ada aroma zat pemutih dan lain-lain yang mengingatkan saya pada rasa gatal-gatal kalau kena kulit dan bikin saya enegh kaya orang lagi mabok lem aibon hihihi...
Desinfeksi itu sendiri adalah proses dekontaminasi untuk menghilangkan sebagian besar atau semua mikroorganisme pada benda mati, seperti pada dinding, lantai, ruangan, pakaian dan APD. Kalau untuk pakaian dan APD pakai desinfeksi cairan seperti di bilik desinfeksi tempat umum, kalau untuk ruangan pakai desinfeksi sinar ultra violet. Yang saya tau proses desinfeksi ada di kamar pasien rumah sakit. Soalnya pernah waktu mertua mau opname di rumah sakit harus nunggu satu hari di UGD dulu karena katanya kamarnya sedang disiapkan (baca : sedang disterilisasi dengan sinar UV).
Lantas pertanyaannya, sebenarnya aman ga sih desinfeksi itu?
Beruntung saya berkesempatan hadir dalam diskusi virtual Pemanfaatan Teknologi UV-C yang membahas sinar UV-C ini dari berbagai sisi bersama Signify pada 25 Agustus 2020. Semoga kita jadi makin mengenali apa itu sinar UV-C dan perannya dalam mencegah dan mengurangi penularan penyakit menular akibat mikroorganisme di masa pandemi dan setelahnya, juga aspek keselamatan yang harus diperhatikan penggunaannya.
Lebai Tidak Perlu Tapi Abai Juga Jangan
Miris dari penjelasan Dr. Hermawan Saputra, SKM, MARS., CICS seorang pengurus pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia diketahui fakta epidemiologi covid-19 saat ini presentasenya yang terlihat hanya 66% dari 73% jumlah kasus sesungguhnya. Ini seperti puncak gunung es di laut. Kecil di atas, gede di bawah. Ga bisa disalahkan memang, karena jumlah kasus yang terkonfirmasi tergantung dari jumlah dan kapasitas Lab PCR juga.
Namun yang perlu diketahui, covid-19 bukan satu-satunya penyakit yang disebabkan mikro-organisme (seperti cacing, bakteri, virus, jamur, protoza) masih banyak penyakit menular lainnya yang perlu diwaspadai seperti flu atau TBC. Yang menjadi perhatian publik waktu heboh SARS tahun 2002 - 2003 lalu, terus ada MERS tahun 2012, dan sekarang Covid-19 yang menyerang hampir seluruh dunia.
Menurutnya, ada empat faktor utama dalam permasalahan kesehatan masyarakat : kapasitas layanan kesehatan, tingkat kesadararan perilaku publik, kebersihan lingkungan, dan permasalahan bawaan atau turunan. Dari keempat faktor ini lingkungan mempunya peran penting dalam menentukan kesehatan seseorang, karena terkait langsung dengan dengan kebersihan lingkungan dan kesadaran setiap individu dalam berperilaku hidup sehat.
"Ada jutaan bahkan puluhan juta mikro-organisme di sekitar kita. Kalau kita menerapkan pola hidup bersih dan sehat maka kita bisa hidup berdampingan dengan mikro-organisme ini," katanya.
Berbagai upaya untuk mendukung pola hidup bersih dan sehat telah kita lakukan tanpa disadari. Pergeseran paradigma di era new normal membuat kita jadi lebih peduli pada kesehatan diri dengan cara cuci tangan, pakai masker, olahraga dan menerapkan physical distancing di tempat umum dan menerapkan kebersihan di lingkungan kita sendiri.
Nah untuk mengatasi penyebaran mikro-organisme penyebab berbagai penyakit menular kita perlu memahami sifat mikro-organisme tersebut. Dan diketahui sinar UV-C dapat melumpuhkan mikro-organisme. Dengan pemanfaatan teknologi pencahayaan, yakni sinar UV-C efektif untuk membunuh kuman, virus, cacing asalkan digunakan sesuai intruksi.
Tentang Sinar UV-C
Waktu SD kita belajar spektrum warna pelangi ada yang ingat? Mejikuhibinu singkatan dari warna merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu. Nah warna ungu ada di paling ujunglah yang disebut dengan sinar UV-C.
Sinar matahari dapat dilihat sampai jarak 400 nm (panjang gelombang). Kalau di spektrum cahaya kira-kira ada di warna biru. Ibarat mata uang demikanpun dengan sinar matahari, ada manfaat dan mudharatnya. Manfaatnya buat fotosintesis tumbuhan misalnya. Atau untuk kecukupan vitamin D bagi tubuh kita. Di sisi lain sinar UV juga dapat membahayakan kesehatan seperti keriput, flek hitam, penyakit kanker kulit hingga kebutaan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Dr. rer. nat. Ir. Aulia Nasution, M.Sc seorang Kepala Laboratorium Rekayasa Fotonika, Departemen Teknik Fisika dari ITS meskipun sudah disaring lapisan ozone tapi sinar UV-C dapat saja mengenai kulit manusia langsung meskipun tak kasat mata. Namun dibalik itu, sinar UV-C juga memiliki potensi untuk mengatasi penyebaran Covid-19. Dan tentunya teknologi Sinar UV-C ini sangat diperlukan di area publik seperti pusat perbelanjaan, hotel, mal, kantor, tempat ibadah, sekolah, bandara dan lainnya.
Yang perlu diketahui, sinar UV-C digunakan sebagai alat desinfeksi dan hanya dilakukan oleh tenaga profesional. Jadi kalau kita masyarakat awam pengen melakukan proses desinfeksi mandiri jelas ga boleh.
Dokter Aulia menegaskan, selama petugas berhati-hati agar tidak terkena paparan sinar UV-C langsung selama proses desinfeksi ya tidak akan menimbulkan masalah kesehatan. Petugas harus bekerja sesuai dengan SOP atau prosedur. Petugas harus mematuhi kode mulai dari ruangan, permukaan maupun benda yang didisenfeksi bisa digunakan setelah lampu UV-C dimatikan tanda proses desinfeksi sudah selesai.
Selain kepatuhan pada SOP, biasanya sinar UV-C juga dipengaruhi keefektivitasannya dari dosis paparan yang tepat. Ada rumus hitungnya sebagai berikut :
Dosis (joule/cm2) = Irradiansi (Watt/cm2) x Waktu (detik)
Biasanya teknologi UV-C yang banyak dipasarkan sebagai produk pembunuh kuman berada di gelombang 254nm. Ini adalah rentang gelombang yang efektif membunuh mikro-organisme.
Jadi mekanisme kerjanya begini, ketika sinar UV-C diserap secara maksimum oleh jaringan sel, ia akan memutus rantai DNA dari sel tersebut sehingga sel tersebut gagal melakukan replikasi. Akibatnya sel tidak bisa membelah dan menduplikasikan dirinya. Sehingga dengan demikian jumlah selnya akan berkurang terus. Tapi sekali lagi, kalau berlebihan tetap ga boleh ya teman-teman. Semua harus ada dosisnya.
Aspek Keamanan, Kenyamanan dan Keselamatan untuk Semua Pihak
Dari begitu banyaknya produk UV-C yang beredar, Tulus Abadi Ketua Pengurus YLKI menyoroti aspek keamanan, kenyamanan dan keselamatan penggunanya. Sebagai yayasan yang melindungi hak konsumen, ia melihat belum adanya regulasi yang tepat dari pihak-pihak terkait, yang ada justru komplain masyarakat yang masuk ke YLKI. Ia berharap pemerintah dapat melakukan kebijakan pengawasan produk (pre market control policy) sebelum dipasarkan seperti menetapkan standarisasi atau sertifikasi produk.
"Setelah pre market control policy dilanjutkan dengan post market control policy untuk melakukan pengawasan pada produk UV-C yang telah dipasarkan bilamana ditemukan ada yang tidak sesuai dengan iklannya bisa dilakukan penarikan dari pasar sekaligus ditentukan sanksi hukuman karena telah mengabaikan aspek-aspek perlindungan konsumen."
Di sisi lain, dari sudut produsen dan pelaku usaha, ia berharap agar perusahaan tidak memikirkan keuntungan semata tapi juga ada itikad baik dalam berbisnis. Menurutnya, produk yang sesuai dengan standar harus ditaati untuk mencegah terjadinya hal-hal yang dapat merusak kesehatan orang lain. Untuk itu perusahaan sebaiknya membuat kanal-kanal pengaduan konsumen.
Dari sisi konsumen, ia menyoroti pentingnya perilaku cerdas sebelum membeli produk UV-C. Mengingat harganya yang mahal dan untuk keperluan publik sebaiknya cari dulu informasi sebanyak-banyaknya dari sumber-sumber terpercaya. Dan setelah membel selalu taati membaca label, petunjuk penggunaan dan intruksi keselamatan di masing-masing produk.
So, jelas ya teman-teman. Teknologi UV-C yang digunakan untuk desinfeksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga profesional dan dikerjakan di tempat yang berisiko tinggi terpapar aneka virus, kuman dan bakteri seperti rumah sakit, sekolah, kantor, tempat ibadah, bandara, stasiun dan lainnya. Kalau untuk masyarakat biasa - sebentar lagi - bisa membeli produk berteknologi UV-C khusus untuk konsumen rumah tangga, seperti chamber atau desk lamp.
Philips UV-C Disinfection Desk Lamp
Salah satu produk teknologi UV-C yang dapat dibeli masyarakat umum adalah Philips UV-C Disinfection Desk Lamp. Dalam laboratory testing sinar UV-C dinyatakan efektif untuk menonaktikfkan permukaan benda dari 99% virus SARS - COV-2 dalam tempo hanya 6 detik!
Wah, angin segar ini ya buat kita. Dengan memiliki alat ini setidaknya ada rasa tenang dan aman untuk melindungi diri kita dan keluarga atas bahaya virus dan mikro-organisme yang selalu mengintai aktifitas kita. Terlebih dengan nama Signify yang sudah berpengalaman selama lebih dari 35 tahun dalam pencahayaan UV-C membuat kita makin yakin kalau produk ini bukanlah abal-abal.
Penggunaannya pun sangat mudah. Philips UV-C Disinfection Desk Lamp telah dilengkapi dengan perangkat keselamatan yang layak dan dapat diandalkan, seperti :
- sensor gerak gelombang mikro
- pengatur waktu dan alarm suara
Fitur-fitur keselamatan ini diperlukan karena kita tahu produk UV-C ga boleh dinyalakan ketika ada orang atau hewan di dalam ruangan. Kira-kira larangannya seperti kalau kita ada di ruang rontgen. Nah makanya produk UV-C Philips harus dioperasikan di ruang tertutup untuk meminimalisasi paparan supaya penggunanya terhindar dari kerusakan mata dan kulit yang tidak terlindungi lapisan apapun.
Baiklah kita tunggu saja kehadirannya di Indonesia. Saat ini kita tetap patuhi protokol kesehatan ya dimanapun berada. Jangan lebai tapi abai juga jangan, setuju?
Stay safe stay healthy yaaa mbak Dee
BalasHapusjangan kendor pokoknya ya mak neng. Tetep maskeran dan patuh sama protokol kesehatan
Hapus