Geliat Pemberantasan Kusta Di Masa Pandemi



Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi menular yang angka prevalensinya masih cukup tinggi. Proses penularannya tidak sebentar dan sering tidak mudah dideteksi. Sehingga penderitanya seringkali dijumpai dalam keadaan sudah parah yang bisa dilihat adanya kecacatan permanen. 

Penyakit kusta menyerang saraf dan kulit yang menyebabkan penderita kusta seringkali terganggu kepercayaan dirinya. Terlebih stigma di masyarakat masih sangat tinggi sehingga mempengaruhi kondisi psikologis pasien diantaranya kehilangan harapan dan motivasi hidup. 

Bicara soal pemberantasan kusta, Indonesia rasanya masih harus menempuh jalan panjang untuk menuju Indonesia Bebas Kusta. Tidak bisa dimungkiri Indonesia masih menempati peringkat ke tiga total kasus kusta terbesar di seluruh dunia. Lebih lagi, di tengah pandemi Covid-19, kampanye pencegahan dan pengendalian kusta di sejumlah daerah jadi terhambat. 

Berangkat dari kepedulian akan penyakit kusta, kembali KBR dan NLR menggelar Talkshow Ruang Publik bertajuk "Geliat Pemberantasan Kusta dan Pembangunan Inklusif Disabilitas" pada 31 Mei 2021. Melalui channel Youtube yang disiarkan secara livestreaming hadir narasumber : 

- DR. Rohman Budijanto SH, MH - Direktur Eksekutif The Jawa Post Insitute of Pro-Otonomi (baca : JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah).

- Komarudin, S.Sos, M.Kes - Wasor Kusta Kab Bone. 



Fakta Kusta di Bone 

Sebagai salah satu kabupaten di Indonesia, Bone merupakan daerah yang masih belum terbebas dari kusta. Di tengah pandemi covid-19 penanganan kusta mau tak mau juga makin sulit dilakukan. Meskipun demikian bukan berarti penanggulangan kusta berhenti sama sekali. 

"Program kusta harus berjalan. Bila dihentikan sepanjang pandemi dikuatirkan terjadi penularan lebih meluas lagi. Bila biasanya sebelum pandemi petugas layanan kesehatan rutin melakukan kunjungan ke masyarakat, selama pandemi pun kegiatan tetap dilakukan namun terbatas karena kita harus membatasi kerumunan," jelas Komarudin, S.Sos, M.Kes - Wasor Kusta Kab Bone. 

Mengingat penularan Covid-19 juga harus diwaspadai, setiap petugas layanan kesehatan dari Puskesmas wajib menerapkan 5M protokol kesehatan. Khusus Bone, ada kebijakan dari setiap Puskesmas di wilayah tersebut. Setiap petugas kesehatan yang melakukan kunjungan ke rumah pasien atau mengumpulkan pasien kusta di balai desa, apabila tidak memakai APD dan protokol kesehatan mereka akan mendapat punishment. Transportnya tidak dibayar.  

Beliau melanjutkan, di Bone sejauh ini prevalensi Kusta baik sebelum mapun semasa pandemi stagnan, rata rata 2,5/10.000 penduduk. Namun di tahun 2020 prevalensinya justru turun jadi 1,7/10.000 penduduk. 

Ini cukup siginifikan turunnya, mengingat sepanjang sejarah angka prevalensi di Bone tidak pernah di bawah dua, tapi ini 1,7. Penurunan terjadi karena aktivitas petugas layanan kesehatan selama pandemi dibatasi. Jadi tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan sehingga penemuan kasus kusta otomatis berkurang. 

Kabar baiknya, temuan di Bone tahun 2020 terjadi penurunan. Dari 194 kasus turun jadi 140 kasus atau sekitar 55 orang atau 28 persennya. 

Inisiatif dalam Pembangunan Inklusif

Bisa dibayangkan bagaimana menderitanya mantan penderita kusta yang terlambat diobati. Cacat primer maupun cacat sekunder yang dialami membuat banyak dari mereka yang insecure.

Di Bone sendiri, ada beberapa langkah strategi yang dilakukan untuk menyiapkan dan membangun kepercayaan diri penderita Kusta. Mulai dari terapi pengobatan Kusta, kampanye eliminasi Kusta di daerah-daerah, pelibatan kader dan mengajak mantan penderita kusta untuk menguatkan mental dengan memberi testimoni.  

Alhamdulillah, Kesetaraan merupakan hal yang menjadi etos bekerja di Media Jawa Pos. Dalam proses rekruitmen karyawan, Jawa Pos tidak pernah membatasi syarat soal fisik. Apalagi dalam kenyataannya tes dilaksanakan secara tertulis. "Sehingga kami seringkali taunya ada staf disabilitas ya setelah lolos seleksi," tutur DR. Rohman Budijanto SH, MH - Direktur Eksekutif The Jawa Post Insitute of Pro-Otonomi (baca : JPIP Lembaga Nirlaba Jawa Pos yang bergerak di bidang otonomi daerah). 

Beliau kemudian memberi contoh beberapa stafnya yang disabilitas. Ada yang fisiknya cebol dan bibirnya sumbing. Ada yang disabilitas kakinya akibat kecelakaan. "Namun sejauh kompetensinya bagus, dia bisa bekerja sesuai tugasnya kenapa tidak?" 

"Jadi sebelum ada UU yang mewajibkan perusahaan harus menerima satu persennya adalah disabilitas, maka, scara prinsip kami tdak pernah membedakan. Karena yang kita ukur adalah kompetensinya," tegasnya lagi. 





Tidak ada komentar