Sekitar dua minggu lalu saya mengalami kejutan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Sebagai seorang ibu, kita selalu berharap anak-anak kita sehat-sehat saja, bukan? Tapi hidup memang penuh kejutan, dan salah satunya datang ketika saya memeriksakan si bungsu, Dega, ke dokter. Siapa sangka, dari kunjungan tersebut, saya justru dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan akhirnya diberi tahu bahwa Dega harus menjalani operasi karena ada yang disebut "ranula" di mulutnya.
Awal Mula: Kok Ada Benjolan di Bawah Lidah?
Semuanya bermula ketika sepulang sekolah Dega meminta saya memeriksa bagian bawah lidahnya apa benar ada benjolan seperti gelembung? Saya pun tersentak kaget melihat benjolan sebesar kelereng menonjol. Memang, sih, sekitar tahun lalu ia pernah mengeluh ada sesuatu yang terasa aneh di mulutnya. Menurutnya ia merasa lebih cadel kalau sedang bicara.
Namun, masalahnya ia tidak pernah mengeluh kalau ada benjolan kecil di bawah lidah yang kadang membuatnya merasa tidak nyaman saat makan. Saya berpikir, mungkin ia hanya ikut-ikutan saja melihat temannya ada yang cadel.
Segera saya ajak Dega memeriksakan kondisinya itu. Saat diperiksa, dokter langsung menyadari ada sesuatu yang tidak biasa. Setelah melihat lebih dekat dan melakukan beberapa pemeriksaan, dokter pun memberi tahu bahwa Dega kemungkinan besar mengalami ranula. Jujur saja, saat itu saya belum pernah mendengar istilah "ranula" sebelumnya, jadi saya hanya bisa bengong dan bertanya, "Ranula itu apa, Dok?"
Ranula: Si Kista Kecil di Bawah Lidah
Dokter bedah gigi dan mulut kemudian menjelaskan bahwa ranula adalah kista yang terbentuk di bawah lidah akibat adanya penyumbatan atau kerusakan pada kelenjar ludah. Kelenjar ludah ini berfungsi menghasilkan air liur, dan jika salurannya tersumbat, air liur akan terkumpul dan membentuk kista. Kista inilah yang disebut ranula.
Meskipun biasanya tidak berbahaya, ranula bisa menjadi masalah jika ukurannya membesar atau mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti makan dan berbicara. Dalam kasus Dega, kista ini sudah cukup besar dan perlu segera diatasi. Karena itulah, dokter menyarankan operasi untuk mengangkat ranula tersebut.
Operasi? Serius?
Mendengar kata "operasi" tentu saja membuat saya kaget. Siapa yang tidak? Rasanya seperti ada seribu pertanyaan yang langsung memenuhi kepala saya. Bagaimana operasi ini akan dilakukan? Apakah akan ada risiko? Bagaimana pemulihan setelah operasinya?
Dokter dengan sabar menjelaskan bahwa operasi ranula termasuk prosedur yang relatif sederhana dan aman. Meskipun begitu, sebagai ibu, wajar saja jika saya merasa khawatir. Saya pun mulai mencari informasi lebih lanjut tentang ranula dan operasinya, serta berusaha mempersiapkan diri dan Dega untuk menghadapi hari itu.
Hari Operasi
Setelah pemeriksaan laboratorium, rontgen thorax dan rontgen bagian dalam mulut serta konsultasi dengan dokter anak dan dokter anestesi, disepakati tanggal operasi pada 31 Agustus 2024. Dega pun mulai rawat inap sehari sebelumnya.
Hari operasi tiba, dan kami berdua sudah siap—setidaknya, seberapa siap pun kami bisa. Dega terlihat cukup tenang, meskipun saya tahu di dalam hatinya pasti ada rasa cemas. Operasi dilakukan sekitar pukul 10 pagi, dan saya serta bude dan ayahnya menunggu dengan harap-harap cemas di luar ruang operasi.
Waktu terasa berjalan begitu lambat. Saya mencoba menenangkan diri dengan mengobrol sambil meminum kopi yang dibawa budenya Dega. Pukul 1 siang, dokter keluar dan memberi tahu bahwa operasinya berjalan lancar. Alhamdulillah, semua baik-baik saja. Rasa lega yang luar biasa langsung mengalir dalam hati saya.
Pemulihan dan Refleksi
Setelah operasi, Dega hanya bisa mengkonsumsi cairan nutrisi dan susu. Sepertinya perlu waktu beberapa hari untuk benar-benar pulih. Namun alhamdulillah ia sudah bisa pulang dari rumah sakit esoknya dan diminta kembali untuk konsul lima hari ke depan.
Selama masa pemulihan di rumah, saya memastikan dia mendapatkan perawatan terbaik di rumah. Sesuai saran dokter, saya hanya memberikan makanan cair berupa bubur saring, susu protein tinggi dan jus buah. Saya juga bersyukur karena ranula ini ditemukan lebih awal, sebelum menyebabkan masalah yang lebih serius.
Pengalaman ini mengingatkan saya bahwa kesehatan memang harta yang paling berharga, dan tak ada yang bisa menggantikannya. Meskipun awalnya kaget dan khawatir, saya belajar untuk tetap tenang dan percaya bahwa setiap tantangan bisa diatasi, asalkan kita tetap berpikiran positif dan berusaha memberikan yang terbaik.
Mungkin ini bukan pengalaman yang ingin saya ulangi, tapi saya bersyukur bisa melewatinya dengan baik. Sekarang, setiap kali Dega menyeringai antara merasa sakit dan lucu, saya merasa lebih lega dan bersyukur karena dia sudah kembali sehat seperti sediakala. Dan dari pengalaman ini, saya jadi lebih peka terhadap keluhan-keluhan kecil yang mungkin dirasakan anak-anak, karena kita tidak pernah tahu kapan sesuatu yang tampak sepele bisa menjadi lebih serius.
Tidak ada komentar