Pada tanggal 7 September 2024, saya mendapatkan pengalaman yang luar biasa sebagai fasilitator dalam acara Bersama Bugar Digital, sebuah akademi digital untuk lansia yang merupakan proyek kerjasama antara Komunitas Emak Blogger dan Tular Nalar. Acara ini diselenggarakan di Kampung Piket Suka Tenang, Muara Gembong, Bekasi, dan melibatkan sekitar 100 peserta dari masyarakat sekitar yang begitu antusias datang sejak pagi hari.
Ketika pertama kali tiba di lokasi, hati saya terharu melihat begitu banyak masyarakat yang sudah siap mengikuti acara ini. Ada rasa hangat melihat mereka yang dengan semangat berbaris rapi untuk mengisi registrasi. Namun, ada momen lucu yang terjadi di tengah registrasi—beberapa peserta setelah selesai di satu meja registrasi, beranjak ke baris sebelahnya dan mendaftar ulang. Alhasil, beberapa kali terjadi registrasi ganda yang membuat saya dan teman-teman tersenyum memaklumi.
Sebagai fasilitator, tugas saya adalah mengedukasi 10 peserta mengenai pentingnya kesadaran akan potensi hoaks dan berbagai ancaman dunia maya, seperti penipuan cinta atau pencurian data pribadi, yang sering kali menyerang masyarakat lansia.
Apalagi di tengah suasana menjelang Pilkada, di mana berbagai bentuk manipulasi informasi kerap terjadi. Mulai dari pengkacauan isi, pengkacauan diri atau personalnya dan pengkacauan emosi sehingga membuat rasa cemas dan ketakutan di tengah masyarakat.
Melalui metode Wakuncar—Waspadai, Kunjungi, dan Cari—serta prinsip ABCD—Amati, Baca, Cek, dan Diskusikan, saya berharap peserta dapat lebih kritis dalam menghadapi informasi yang beredar.
Kelompok yang saya fasilitasi, yang saya beri nama Kelompok Anti Hoaks, terdiri dari 10 ibu-ibu yang semangat untuk belajar.
Namun, tantangan besar muncul ketika saya mengetahui bahwa 8 dari mereka tidak bisa baca tulis. Mereka hanya mampu menulis nama berdasarkan hafalan.
Situasi ini benar-benar menyentuh hati saya. Di era serba digital seperti sekarang, ternyata masih ada masyarakat yang belum memiliki kemampuan dasar baca tulis, apalagi memahami ancaman digital.
Selama sesi edukasi, saya memandu mereka satu per satu dengan penuh kesabaran, terutama saat mereka harus mengisi post-test. Meskipun membutuhkan waktu lebih lama, saya merasa sangat bangga bisa membantu mereka hingga mereka bisa menyelesaikan tugas tersebut.
Setelah sesi edukasi selesai, dua orang ibu sebagai perwakilan kelompok menuliskan kesan dan pesan dari peserta yang kemudian ditempel di kertas karton. Mereka merasa senang dan berterima kasih atas ilmu yang didapat.
Acara ditutup dengan pembagian makan siang dan goodie bag berisi sembako, yang tentu saja sangat dinantikan oleh para peserta. Senyuman mereka saat menerima paket sembako itu sungguh tak ternilai.
Pengalaman menjadi fasilitator di acara ini begitu membekas dalam diri saya. Dari titik kumpul di Stasiun Bekasi, saya dan teman-teman menempuh perjalanan selama 1,5 jam menuju Muara Gembong.
Jujur, saya tidak menyangka bahwa di daerah yang relatif dekat dari Jakarta masih ada masyarakat yang pra-sejahtera, tidak bisa baca tulis, dan bahkan tidak memiliki ponsel. Mereka benar-benar "buta" informasi dari dunia luar. Hal ini menjadi pengingat betapa pentingnya akses edukasi dan teknologi, terutama bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Saya sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari acara ini. Saya pulang dengan hati penuh rasa syukur dan kebanggaan telah ikut berkontribusi dalam menyebarkan pengetahuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Semoga langkah kecil ini bisa membawa perubahan positif di masa depan, dan semoga semakin banyak lagi program edukasi yang bisa menjangkau masyarakat yang belum tersentuh teknologi.
Pengalaman ini bukan hanya memberikan pelajaran bagi para peserta, tapi juga memberikan pelajaran hidup bagi saya pribadi—bahwa di tengah kemajuan teknologi dan informasi, masih ada banyak saudara-saudara kita yang perlu dibimbing untuk bisa lebih siap menghadapi era digital ini.
Bagus programnya nih mbak Diah apalagi edukasi untuk lansia biar ga termakan hoax juga ya. Aktivitasnya juga menarik ya ga cuma dikasih info satu arah tapi melibatkan mereka
BalasHapusSaya ngebayangin keseruannya. Harus banyak sabar juga ya, Mak. Terharu banget dengan kegiatan seperti ini. Semoga rutin acaranya. Karena masih banyak nih lansia yang mudah terkena hoaks
BalasHapusPengalaman berharga banget ya mbak Di!
BalasHapusaku bacanya ikutan terharu.. pelajaran hidup banget waktu tahu bahwa di tengah kemajuan teknologi dan informasi, masih ada banyak saudara-saudara kita yang perlu dibimbing untuk bisa lebih siap menghadapi era digital ini.
Saat kita mengetahui ada 8 dari 10 lansia yang tak bisa baca tulis, sedih rasanya. Di era canggih seperti sekarang, mereka jauh dari melek digitalisasi. Kegiatan mbak Diah dkk sebagai fasilitator di Akademi Digital Lansia ini membuka mata dan telinga masyarakat Indonesia. Semangaaaat terus!
BalasHapusSeriusan mbak masih ada yang belum bisa baca tulis? Kaget banget lho aku, makanya mereka ini perlu edukasi ya biar nggak jadi korban hoax. Yang bisa baca tulis lancar aja kadang masih ketipu sama hoax dan terjebak penipuan .
BalasHapusAnyway aku kira wakuncar itu adalah waktu kunjungan pacar 🤣 tahunya waspada, kunjungi, dan cari. Semoga dengan program ini, semua peserta jadi lebih siap menghadapi era digital ya mbak.
Ya ampun bacanya penuh haru.. masih pada semangat belajar banget semuanya meskipun penuh keterbatasan. Semoga abis acara ini mereka bisa lebih aware lagi tentang hoaks ya mba
BalasHapusBagus programnya, mana pesertanya semangat semua jadi fasilitator pasti lebih semangat lagi berbagi yaa seru banget kegiatannya semoga ada di Semarang dan aku bisa ikutan sharing...
BalasHapus